Selisih Data Kemiskinan 60% Lebih, Pemerintah Tegaskan Ukuran BPS Lebih Relevan daripada Standar Global

Ilustrasi - Potret Kemiskinan di Indonesia
Sumber :
  • Dok. DPRD Jakarta

VIVA, Banyumas – Dalam laporan terbaru, Bank Dunia menyebut bahwa 68,3% warga Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan versi standar internasional untuk negara berpendapatan menengah atas.

Ambil Langkah! Angka Pengangguran di Banyumas Mencapai 58 Ribu Orang, Hal Ini yang Dilakukan Pemkab

Angka ini sontak menarik perhatian publik, terutama karena perbedaannya yang mencolok dengan data resmi pemerintah Indonesia melalui Badan Pusat Statistik (BPS), yang mencatat tingkat kemiskinan per September 2024 hanya sebesar 8,57 persen.

Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Dedek Prayudi, menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia lebih mempercayai pengukuran garis kemiskinan yang dilakukan oleh BPS.

9 Rekomendasi Makanan Jepang di Tegal: Mulai dari Takoyaki Hangat hingga Sushi Lezat!

Menurutnya, data BPS lebih mencerminkan kondisi nasional karena mempertimbangkan berbagai aspek lokal.

“Meski angka Bank Dunia berharga untuk analisis global, Pemerintah Indonesia menyatakan tingkat kemiskinan nasional resmi yang diukur oleh BPS tetap menjadi referensi yang paling relevan untuk penyusunan kebijakan nasional,” ujar Dedek dikutip dari tvOne pada Selasa (17/6/2025).

Motor Matic Injeksi vs Karburator: Mana yang Diam-Diam Lebih Tangguh untuk Jalanan Indonesia?

Dedek menjelaskan bahwa pendekatan BPS dalam mengukur kemiskinan memperhitungkan pola konsumsi lokal, variasi harga regional, serta realitas sosial-ekonomi masyarakat.

Hal ini membuat garis kemiskinan nasional lebih akurat dalam menggambarkan kebutuhan dan tantangan domestik.

Perbedaan antara pengukuran Bank Dunia dan BPS, menurut Dedek, bersifat intensional.

Garis kemiskinan internasional dirancang sebagai tolok ukur global untuk perbandingan antarnegara, sementara garis kemiskinan nasional digunakan untuk menentukan arah kebijakan dalam negeri.

“Seperti yang telah disampaikan BPS, perbedaan garis kemiskinan nasional dan internasional berasal dari perbedaan tujuan keduanya: garis kemiskinan internasional berperan sebagai tolok ukur global, sedangkan garis kemiskinan nasional menyesuaikan dengan relevansi kebijakan domestik,” ujar Dedek.

Lebih lanjut, pemerintah menegaskan komitmennya dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan.

Program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi salah satu strategi utama dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia sejak usia dini.

“Pendekatan ini menggarisbawahi keyakinan Presiden Prabowo bahwa pengentasan kemiskinan yang berkelanjutan harus dimulai dari pembangunan modal manusia, bukan hanya dukungan jangka pendek,” tegas Dedek.

“Yang penting bukan angkanya, tetapi memastikan bahwa setiap orang, termasuk anak-anak, memiliki alat untuk berkembang,” sambungnya.