Heboh! DPRD Tangerang Usulkan Perda Atur Busana LC, Pro Kontra Menguat
- pexel @EVG Kowalievska
Usulan DPRD Tangerang atur busana LC lewat Perda tuai pro kontra. Sri Panggung tegaskan tujuannya perlindungan hukum, namun publik khawatir aturan ini justru diskriminatif
Viva, Banyumas - Isu kontroversial mencuat di Kabupaten Tangerang setelah Anggota DPRD, Sri Panggung Lestari, mengusulkan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur cara berpakaian para LC (ladies companion) atau pemandu lagu.
Gagasan tersebut langsung memantik pro dan kontra di tengah masyarakat.
Menurut Sri Panggung, usulan ini bukan untuk melegalkan praktik tertentu, melainkan sebagai upaya menata industri hiburan agar lebih tertib, teratur, dan memiliki dasar hukum.
Dikutip dari akun Instagram @jakartaviral, Perda nantinya akan memuat aturan soal standar pakaian, pendaftaran, hingga tes kesehatan.
Tujuannya melindungi pekerja agar tidak dieksploitasi. Meski demikian, tidak sedikit pihak yang mempertanyakan relevansi serta urgensi regulasi tersebut.
Sebagian menilai bahwa Perda ini bisa menimbulkan stigma negatif dan diskriminasi terhadap para pekerja hiburan.
Namun, Sri Panggung menegaskan, poin utama adalah perlindungan hukum dan kepastian regulasi.
Pengaturan melalui Perda, lanjutnya, dapat menjadi landasan untuk memastikan adanya transparansi, partisipasi publik, dan perlindungan hak asasi manusia (HAM).
Ia juga menekankan bahwa aturan ini penting agar pemerintah daerah memiliki instrumen jelas dalam mengawasi praktik di industri hiburan.
Dengan regulasi, semua pihak akan tahu batasan dan hak masing-masing.
Tanpa aturan, justru rawan penyalahgunaan. Polemik muncul karena sebagian masyarakat menganggap pemerintah seharusnya lebih fokus pada pemberantasan praktik ilegal di tempat hiburan malam, bukan pada busana LC.
Mereka khawatir aturan tersebut malah menjadi celah legalisasi terselubung.
Di sisi lain, sejumlah pengamat hukum menyambut baik ide ini dengan catatan adanya mekanisme pengawasan ketat dan keterlibatan publik dalam pembahasan Perda.
Tanpa itu, aturan bisa berpotensi multitafsir dan menimbulkan masalah baru. Industri hiburan memang kerap menjadi sorotan karena minimnya regulasi yang berpihak pada pekerja.
Banyak LC bekerja tanpa perlindungan hukum, rawan eksploitasi, hingga terjerat masalah kesehatan.
Dengan adanya Perda, diharapkan aspek-aspek ini bisa ditangani secara komprehensif. Meski masih sebatas wacana, usulan Sri Panggung sudah berhasil membuka diskursus publik yang luas.
Apapun hasil akhirnya, transparansi, keberpihakan pada pekerja, dan perlindungan HAM harus menjadi prinsip utama.
Jika DPRD benar-benar melanjutkan pembahasan Perda ini, masyarakat tentu berharap prosesnya dilakukan secara terbuka dan tidak hanya menguntungkan pihak tertentu