Desa Sukawangi Bogor Jadi Agunan Utang Sejak 1980 an, Warga Resah Kehilangan Rumah Karena Status Bersiap Lelang

Ilustrasi Desa Sukawangi Bogor Jadi Agunan Utang
Sumber :
  • pexel @wolfart

Desa Sukawangi Bogor terancam hilang setelah lahannya dijadikan agunan utang sejak 1980-an. Warga resah karena tanah kini berstatus siap dilelang bank dan diklaim swasta

Detik Detik Bus Nakes Jember Diduga Rem Blong di Probolinggo, Tabrak Rumah hingga 8 Tewas

Viva, Banyumas - Kasus sengketa tanah di Desa Sukawangi, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor kembali mencuat dan menyita perhatian publik. Fakta mengejutkan terungkap bahwa lahan desa tersebut dijadikan agunan atau jaminan utang sejak tahun 1980-an oleh pihak swasta.

Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (DPDT), Yandri Susanto, dalam Rapat Kerja bersama Komisi V DPR RI pada Selasa, 16 September 2025. Menurut Yandri, tanah desa saat ini bahkan berstatus siap dilelang oleh pihak bank.

32 Barang Jarahan di Rumah Ahmad Sahroni Dikembalikan Warga, Ada Sertifikat Tanah

“Yang dijadikan agunan desa, Pak. Sekarang desanya dilelang,” ujar Yandri dikutip dari tvonenews. Ia menambahkan, bank sudah memasang plang di lokasi dan bahkan ada laporan bahwa sebagian warga sampai diusir.

Kepala Desa Sukawangi, Budiyanto, saat dihubungi media membenarkan bahwa wilayahnya diklaim sebagai milik pihak lain. Ia menyebut sengketa bermula sejak 1980 ketika perusahaan PT Bukit Jonggol Asri (BJA) diduga menjaminkan lahan desa ke bank.

Keberadaan Ahmad Sahroni Menghilang Usai Rumahnya Dijarah Publik, Netizen: Sembunyi atau Takut

Permasalahan semakin pelik setelah Kementerian Kehutanan mengeluarkan surat keputusan pada 2014 yang menyatakan Desa Sukawangi berada di dua kawasan hutan, yaitu Hambalang Barat dan Hambalang Timur, yang dikelola Perhutani.

Kondisi ini membuat posisi warga semakin sulit karena lahan mereka terhimpit dua klaim, yakni swasta dan pemerintah pusat. Menurut data Pemerintah Desa, lahan yang diklaim PT BJA mencapai 500 hektare dari total luas sekitar 1.200 hektare.

Sementara sisanya dinyatakan masuk kawasan hutan milik Kementerian Kehutanan. Akibatnya, warga desa kesulitan mengurus sertifikat tanah karena terbentur dengan status lahan yang tumpang tindih.

“Kami sudah tiga kali bersurat ke Bupati Bogor dan DPRD Kabupaten Bogor, tapi sampai sekarang belum ada respons,” keluh Budiyanto. Kondisi ini membuat warga Desa Sukawangi hidup dalam ketidakpastian hukum atas lahan dan rumah yang mereka tempati.

Kasus Desa Sukawangi menjadi contoh nyata bagaimana lemahnya perlindungan hukum atas tanah masyarakat desa yang berhadapan dengan kepentingan perusahaan besar dan kebijakan pemerintah.

Sengketa ini juga menimbulkan keresahan sosial karena menyangkut hak dasar warga untuk memiliki tempat tinggal yang sah. Saat ini, masyarakat dan pemerintah desa berharap pemerintah pusat serta daerah dapat turun tangan untuk mencari solusi yang adil. Mereka menuntut kepastian hukum agar lahan tidak serta-merta hilang akibat klaim perusahaan maupun status kawasan hutan