Biaya Komunikasi DPR Rp20 Juta Bikin Heboh, Publik Pertanyakan Tunjangan Biaya Komunikasi Dengan Rakyat Kok Sebesar Itu

Publik pertanyakan biaya komunikasi DPR Rp20 juta
Sumber :
  • instagram @dpr_ri

Biaya komunikasi Rp20 juta per anggota DPR menuai kritik publik. Meski ada pemangkasan fasilitas, transparansi anggaran DPR dinilai belum jelas dan tidak pro-rakyat

Rieke Diah Pitaloka Bongkar Tunjangan Kemenkeu Capai 300 Persen, Publik Kaget!

Viva, Banyumas - Keputusan DPR RI yang diumumkan pada awal September 2025 menuai perhatian publik. Salah satu poin yang memicu polemik adalah biaya komunikasi intensif dengan masyarakat yang tercatat mencapai Rp20 juta per anggota DPR.

Meski DPR mengklaim telah memangkas sejumlah tunjangan, publik menilai pemangkasan tersebut belum menyentuh inti persoalan, terutama transparansi dan relevansi pengeluaran. Kritik deras datang dari masyarakat di media sosial.

Tunjangan DPRD Jateng Diduga Sentuh Rp79 Juta Per Bulan, Ketua DPRD Jateng: Kami Siap Bersinergi dengan Rakyat

Banyak yang mempertanyakan apakah benar biaya komunikasi sebesar itu betul-betul digunakan untuk berdialog dengan rakyat.

“Komunikasi dengan masyarakat itu wujudnya apa? Rapat? Sosialisasi? Atau hanya sekadar formalitas?” tulis salah satu warganet di platform X.

Pimpinan DPR Setujui Pemberhentian Gaji dan Tunjangan Kelima anggotanya yang Bermasalah

“Biaya peningkatan komunikasi intensif dengan masyarakat, Emang ada masyarakat yang merasa ngobrol dengan DPR?,Lagian biaya komunikasi intensif apaan bisa sampe 20 juta? Ngobrol sambil naik ufo?,” tulis akun @pikiping di laman Komentar Instagram DPR RI.

Transparansi menjadi kata kunci yang terus digaungkan. Publik menilai DPR harus membuka secara rinci alokasi penggunaan dana komunikasi intensif.

Tanpa kejelasan, angka Rp20 juta dinilai tidak masuk akal, terlebih jika dibandingkan dengan upah minimum provinsi (UMP) di Jawa Tengah yang hanya Rp2,1 juta per bulan. Artinya, tunjangan komunikasi tersebut setara sembilan kali lipat gaji buruh.

DPR mengumumkan tunjangan perumahan dihapus dan total take home pay DPR mencapai Rp 65.5 juta Rupiah. Keputusan DPR sendiri merupakan tindak lanjut dari tuntutan rakyat 17+8 yang beberapa pekan terakhir mengemuka.

Enam poin keputusan sudah diumumkan, termasuk penghentian tunjangan perumahan, moratorium kunjungan kerja ke luar negeri, dan pemangkasan sejumlah fasilitas. Namun, publik menilai langkah tersebut masih jauh dari harapan, terutama terkait pengesahan RUU Perampasan Aset dan evaluasi total dana reses serta dana aspirasi.

Masyarakat sipil kini terus mengawal implementasi keputusan DPR. Transparansi, efektivitas, dan keberpihakan pada rakyat kecil menjadi indikator apakah reformasi parlemen benar-benar terjadi atau hanya sebatas retorika politik.

Tanpa perbaikan serius dalam pengelolaan anggaran, kepercayaan publik terhadap DPR dikhawatirkan makin merosot. Oleh karena itu, DPR perlu segera menegaskan komitmen dengan membuka laporan rinci anggaran komunikasi, sekaligus mempercepat pembahasan regulasi yang lebih pro-rakyat