Tersangka Pelecehan Anak, Pendeta Adi Suprobo Dihukum 7 Tahun dan Denda Miliaran oleh PN Semarang

Pendeta Adi Suprobo divonis PN Semarang
Sumber :
  • pexel @cottonbro

Viva, Banyumas - Pendeta Adi Suprobo, tersangka kasus pelecehan anak di Semarang, dijatuhi vonis 7 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang pada Selasa, 12 Agustus 2025. Selain hukuman penjara, Adi juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 1 miliar. Jika denda tidak dibayar, terdakwa akan menjalani pidana kurungan tambahan selama empat bulan.

Suami Menggerebek, Malah Jadi Tersangka: Kisah Istri Selingkuh di Pekalongan

Sidang vonis berlangsung di PN Semarang, Kecamatan Semarang Barat, dan dipimpin Ketua Majelis Hakim Noerista. Majelis hakim menyatakan bahwa Adi terbukti melakukan perbuatan cabul secara berulang dan melibatkan lebih dari satu korban.

Perbuatan bejat ini telah meninggalkan trauma psikologis mendalam bagi para korban, bahkan ada yang sempat menolak untuk kembali bersekolah. Hakim Noerista menjelaskan, selain terjadi di rumah, pelecehan juga dilakukan di tempat umum seperti di Tawangmangu dan sebuah mal di Kota Semarang.

Tega! Lansia di Medan Dibuang Anak dan Menantu dari Rumahnya Sendiri

Terdakwa memanfaatkan posisinya sebagai tokoh agama untuk mendekati dan menjerat korban. Hal ini menambah berat hukuman karena perbuatan dilakukan dengan memanfaatkan kepercayaan yang diberikan kepada seorang pemuka agama. Kasus ini mengundang perhatian publik karena melibatkan figur religius yang seharusnya menjadi panutan.

Hukuman penjara dan denda yang dijatuhkan diharapkan menjadi pelajaran penting bagi semua pihak bahwa kekuasaan atau posisi sosial tidak boleh disalahgunakan untuk merugikan orang lain, terutama anak-anak yang rentan terhadap pelecehan.

Resmikan SRMA 35 Wonosobo, Bupati Afif: Orang Tua Haru, Anak Anak Semangat Tinggal di Asrama

Pendeta Adi Suprobo juga harus menjalani proses rehabilitasi psikologis sesuai prosedur hukum yang berlaku. Proses ini penting untuk memastikan bahwa pelaku memahami kesalahan dan mencegah terulangnya perbuatan serupa.

Di sisi lain, perhatian dan pendampingan terhadap korban tetap menjadi fokus, termasuk dukungan psikologis agar mereka bisa pulih dari trauma berat akibat pelecehan. Kasus ini menjadi sorotan karena menunjukkan bahwa sistem hukum Indonesia berkomitmen menegakkan keadilan tanpa pandang bulu.

Posisi sosial, status agama, atau latar belakang tidak memberi perlindungan bagi pelaku yang melakukan kejahatan terhadap anak. Majelis hakim menekankan bahwa vonis ini dibuat untuk memberikan efek jera, mendorong kesadaran hukum, dan memberikan rasa aman bagi masyarakat, khususnya anak-anak.

Dengan vonis 7 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar, masyarakat diharapkan lebih waspada terhadap potensi pelecehan anak dan meningkatkan pengawasan terhadap orang-orang yang memegang posisi kepercayaan publik.

Kasus ini juga menegaskan pentingnya edukasi anak mengenai hak dan batasan, sehingga mereka dapat lebih terlindungi dari risiko pelecehan di lingkungan sekitar