Celios Minta PBB Audit BPS, Pertanyakan Kejanggalan Data Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,12 Persen Kuartal II 2025
- Ilustrasi - freepik/diana.grytsku
VIVA, Banyumas – Center of Economic and Law Studies (CELIOS) resmi mengirim surat kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk meminta audit terhadap Badan Pusat Statistik (BPS).
Langkah ini diambil terkait laporan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 yang disebut mencapai 5,12 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, menilai data yang dirilis BPS tidak mencerminkan kondisi ekonomi riil.
Ia menegaskan bahwa BPS seharusnya bekerja secara independen, bebas dari kepentingan politik, serta menjaga integritas dan transparansi data.
"Surat yang dikirimkan ke PBB memuat permintaan untuk meninjau ulang data pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2025 yang sebesar 5,12 persen yoy," ujar Bhima dalam keterangannya dikutip dari tvOneNews pada Minggu (10/8/2025).
CELIOS meminta Badan Statistik PBB, yakni United Nations Statistics Division (UNSD) dan UN Statistical Commission, untuk melakukan investigasi teknis terhadap metode penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, khususnya pada kuartal II 2025.
Bhima mengaku telah menelaah seluruh indikator yang disampaikan BPS, namun menemukan sejumlah kejanggalan.
Salah satunya, klaim BPS bahwa industri manufaktur tumbuh tinggi, padahal Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur menunjukkan kontraksi.
"Porsi manufaktur terhadap PDB juga rendah, yakni 18,67 persen dibanding kuartal I 2025 yang sebesar 19,25 persen. Artinya, deindustrialisasi prematur terus terjadi. Data PHK massal terus meningkat dan industri padat karya terpukul oleh naiknya berbagai beban biaya. Jadi, apa dasarnya industri manufaktur bisa tumbuh 5,68 persen yoy?," terang Bhima.
Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, juga mempertanyakan mengapa pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 justru lebih tinggi dibanding kuartal I 2025 yang memiliki momen Ramadan dan Idulfitri, yang secara historis biasanya memicu lonjakan pertumbuhan.
Direktur Kebijakan Fiskal CELIOS, Media Wahyu Askar, menilai adanya indikasi intervensi dalam penyusunan data BPS. Menurutnya, hal ini bertentangan dengan fundamental principles of official statistics.
"Data yang kredibel bukan hanya persoalan teknis, tetapi berdampak langsung terhadap kredibilitas internasional Indonesia dan kesejahteraan rakyat. Data ekonomi yang tidak akurat, khususnya jika pertumbuhan dilebih-lebihkan, dapat menyesatkan pengambilan kebijakan," ujarnya.
Media menekankan bahwa data yang salah bisa membuat pemerintah keliru dalam menentukan kebijakan stimulus, subsidi, maupun perlindungan sosial.
Ia mendorong adanya mekanisme peer-review dengan melibatkan pakar independen, serta reformasi transparansi di internal BPS menggunakan standar SDDS Plus.
Sebelumnya, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 sebesar 5,12 persen yoy.
PDB atas dasar harga berlaku mencapai Rp5.947 triliun, sementara PDB atas dasar harga konstan berada di Rp3.396,3 triliun.
Sebagai perbandingan, pada kuartal II 2024, ekonomi Indonesia tumbuh 5,05 persen yoy dengan PDB harga berlaku Rp5.536,5 triliun dan PDB harga konstan Rp3.231,0 triliun.
Pertumbuhan ekonomi juga tercatat 4,04 persen secara quarter to quarter (qtq), serta 4,99 persen untuk semester I 2025.