Adik Ipar Ganjar Pranowo Divonis 1,5 Tahun dalam Kasus Korupsi Jembatan Merah Purbalingga Rp13,3 M

Zaini Makarim saat sidang vonis di Tipikor Semarang
Sumber :
  • instagram @zaini.ms

Viva, Banyumas - Mantan Calon Wakil Bupati Purbalingga, Zaini Makarim Supriyatno, resmi divonis 1,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu (30/7/2025). Ia dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Jembatan Merah Sungai Gintung di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp13,3 miliar.

Resmi Jadi Tersangka! Peran Nadiem Makarim dalam Proyek Chromebook Terkuak

Dalam sidang putusan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Siti Insirah, majelis hakim menyatakan bahwa Zaini melanggar Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

"Menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan serta denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan," ujar Hakim Siti dalam sidang yang dikutip dari Viva.

Nadiem Makarim Resmi Jadi Tersangka Baru Korupsi Laptop Chromebook, Kejagung Langsung Lakukan Penahanan

Zaini diketahui berperan sebagai konsultan pengawas dalam proyek pembangunan jembatan baja yang dilakukan pada tahun 2017 hingga 2018.

Meski tidak memiliki jabatan struktural, pengaruhnya dalam pengambilan keputusan dianggap signifikan oleh tim penyidik. Kasus ini menyeret nama besar karena Zaini merupakan adik ipar dari mantan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.

Bupati Purbalingga Bagikan Momen Donor Darah, Memaknai Ulang Tahun dengan Aksi Bermanfaat

Selain Zaini, dua mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Purbalingga, yaitu Setiyadi dan Priyo Satmoko, juga turut diadili dalam kasus yang sama. Berdasarkan audit dan pemeriksaan dari Komisi Keselamatan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ), konstruksi Jembatan Merah Gintung dinyatakan tidak sesuai spesifikasi.

Jembatan tersebut hanya layak digunakan oleh kendaraan ringan, padahal proyek awalnya dirancang untuk kendaraan berat dan penghubung antar wilayah.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Bagus Sutedja, yang sebelumnya meminta hukuman 5,5 tahun penjara. Menanggapi hal itu, jaksa menyatakan masih mempertimbangkan untuk mengajukan banding.

"Kami pikir-pikir dulu, karena pasal yang terbukti berbeda dari yang kami tuntut," ujarnya.

Kasus ini kembali menyoroti lemahnya pengawasan dalam proyek infrastruktur daerah serta bagaimana peran tokoh berpengaruh bisa memengaruhi jalannya proyek publik.

Masyarakat berharap vonis ini menjadi pelajaran bagi semua pihak agar lebih transparan dan akuntabel dalam penggunaan anggaran negara