Topik Khusus Akhir Pekan: Liga Korupsi Indonesia, Prabowo Bisa Apa?

Ilustrasi Liga Korupsi Indonesia.
Sumber :

Viva Banyumas - Korupsi di Indonesia telah berkembang layaknya liga besar, dengan sistem yang tertata rapi, pemain-pemain berpengalaman, dan wasit yang sering menutup mata. 

KPK Seret Sekjen DPR Indra Iskandar dan 6 Orang Lainnya dalam Kasus Rumah Jabatan

Dua kasus terbaru kembali mencuat, yaitu skandal PT Pertamina yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun per tahun (2018-2023) dan korupsi PT Timah yang lebih fantastis, mencapai Rp300 triliun.  

Angka ini bukan sekadar besar, tetapi lebih tinggi dari total anggaran beberapa provinsi di Indonesia jika digabungkan. Kini, tantangan besar ada di tangan Presiden Prabowo Subianto.  

Ungkap! Ahok Memperlihatkan Kekhawatiran Publik dan Kontroversi Kepercayaan Terkait Dugaan Oplosan BBM di Pertamina

Dulu, sebelum menjabat, ia pernah berkata tegas di media sosial bahwa koruptor layak dihukum mati.

Tapi sekarang, setelah berkuasa, narasi yang diusung mulai terdengar lebih lunak, ada wacana memberikan grasi bagi koruptor yang bersedia mengembalikan uang hasil jarahan mereka.

PDIP Soroti Dugaan Penggiringan Opini Terhadap Ahok Terkait Korupsi di Pertamina

 

Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan adalah aktor utama penentu kebijakan hukum antikorupsi di pemerintahan.

Melalui kekuasaan yang dimilikinya, Presiden berwenang untuk mengatur tata kelola pemerintahan, menentukan arah kebijakan hukum untuk memberantas korupsi dan menjamin terlaksananya agenda pemberantasan korupsi di pemerintahan.

Efektifitas upaya membangun pemerintahan yang bersih dari korupsi, ditentukan oleh kebijakan hukum apa yang diambil oleh Presiden.

Kasus PT Pertamina dan PT Timah bukanlah kejutan.

BUMN kerap menjadi “ladang subur” bagi praktik korupsi karena posisinya yang strategis dalam ekonomi nasional.

Sumber daya besar, birokrasi kompleks, dan pengawasan yang sering kali lemah menjadikan perusahaan-perusahaan pelat merah ini lahan empuk bagi mereka yang ingin bermain curang.

Pada kasus PT Pertamina, dugaan korupsi muncul dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018–2023.

Skema permainan harga minyak, mark-up biaya, hingga manipulasi spesifikasi produk membuat negara merugi triliunan rupiah.

 

Sementara itu, kasus PT Timah lebih luas cakupannya.

Tidak hanya melibatkan transaksi fiktif senilai Rp29 triliun, tetapi juga eksploitasi tambang ilegal yang menyebabkan kerugian lingkungan hingga Rp271 triliun.

Dua kasus ini memperlihatkan pola yang sama, korupsi bukan dilakukan oleh individu semata, melainkan oleh jaringan besar yang melibatkan banyak pihak, dari petinggi perusahaan hingga regulator.

Sebelum menjadi presiden, Prabowo dikenal sebagai sosok yang vokal dalam isu pemberantasan korupsi.

Cuitannya di media sosial X tahun 2011 yang menyatakan dukungannya terhadap hukuman mati bagi koruptor menunjukkan betapa tegasnya ia dulu.

"Saya tidak bangga Indonesia dicap sebagai salah satu negara paling korup di dunia. Saya mendukung hukuman mati bagi koruptor,"

 

Namun, kini wacana yang muncul justru berbeda. Pemerintahannya mulai mempertimbangkan pendekatan "kompromi", di mana koruptor bisa mendapatkan grasi jika bersedia mengembalikan uang hasil korupsinya.

Secara logika, ini terdengar seperti win-win solution: negara bisa mendapatkan kembali sebagian kerugian tanpa harus menghabiskan waktu panjang dalam proses hukum.

“Saya dalam rangka memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat. Hei para koruptor atau yang pernah merasa mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan,” kata Prabowo Rabu, 18 Desember 2024 di hadapan mahasiswa Indonesia Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.

Tapi, pertanyaannya, apakah ini benar-benar langkah efektif dalam memberantas korupsi, atau justru menciptakan preseden buruk?

Jika koruptor tahu bahwa mereka bisa bebas dengan hanya mengembalikan sebagian uangnya, bukankah ini malah menjadi insentif untuk terus melakukan korupsi