Rp7,8 Triliun Dana Desa Jateng Jadi Sorotan, Gubernur Ahmad Luthfi Minta Pendampingan Hukum Polisi dan Jaksa

Pendampingan hukum dana desa di Jawa Tengah
Sumber :
  • Pemprov Jateng

Pengelolaan Rp7,8 triliun dana desa Jateng jadi sorotan. Gubernur Luthfi gandeng penegak hukum untuk pendampingan agar dana transparan dan bermanfaat bagi warga

Fakta Baru Mengejutkan dalam Kasus Pembuangan bayi di Desa Gabus, Grobogan

Viva, Banyumas - Pengelolaan dana desa kembali menjadi sorotan di Jawa Tengah. Pada tahun 2025, pemerintah pusat mengalokasikan sekitar Rp7,8 triliun untuk 7.810 desa di 29 kabupaten. Jumlah tersebut diharapkan mampu mendorong pembangunan infrastruktur, peningkatan layanan, hingga kesejahteraan masyarakat desa.

Namun, besarnya anggaran ini juga menyimpan risiko jika tidak dikelola dengan baik. Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menegaskan bahwa kasus korupsi dana desa yang terjadi di sejumlah wilayah harus menjadi pelajaran penting.

Jangan Ekspor Dulu! Gubernur Jateng Ahmad Luthfi Ingatkan BUMD Penuhi Kebutuhan Warga Lokal

Menurutnya, dana desa memiliki sifat swakelola sehingga rawan terjadi penyimpangan apabila tidak disertai pengawasan ketat. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berencana menggandeng Kejaksaan dan Kepolisian guna memberikan pendampingan hukum kepada aparatur desa.

Dikutip dari Pemprov Jateng, Langkah ini bukan hanya untuk kepala desa, melainkan juga perangkat desa lain yang terlibat dalam pengelolaan anggaran. Dengan adanya pendampingan, setiap proses pembangunan diharapkan berjalan sesuai aturan hukum yang berlaku.

GIIAS Semarang 2025: Tiket Murah, Shuttle Gratis, hingga Insentif Pajak, Apa Lagi yang Ditawarkan?

Pendampingan hukum dinilai penting untuk mencegah praktik korupsi sekaligus meningkatkan kapasitas aparatur desa dalam mengelola anggaran. Luthfi menekankan bahwa dana desa harus benar-benar dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat, mulai dari perbaikan jalan desa, pembangunan fasilitas umum, hingga program pemberdayaan ekonomi lokal.

Selain itu, transparansi juga menjadi kunci agar pengelolaan dana desa lebih akuntabel. Dengan sistem laporan yang jelas, masyarakat dapat ikut mengawasi pemanfaatan anggaran. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan publik terhadap pemerintah desa sekaligus memperkuat tata kelola pemerintahan yang baik.

Prinsip good governance di tingkat desa menjadi sangat relevan dalam konteks ini. Penggunaan teknologi informasi, seperti aplikasi pelaporan keuangan desa, bisa menjadi solusi agar alur dana lebih mudah dipantau.

Masyarakat pun berperan penting dengan memberikan masukan dan melakukan pengawasan bersama. Pengelolaan Rp7,8 triliun dana desa tentu bukan perkara sederhana. Tanpa pendampingan dan pengawasan, potensi penyalahgunaan akan selalu ada.

Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah desa, aparat penegak hukum, dan masyarakat menjadi pondasi utama untuk memastikan anggaran desa benar-benar membawa manfaat nyata.

Jika langkah pendampingan ini dijalankan konsisten, maka dana desa di Jawa Tengah dapat menjadi motor penggerak pembangunan sekaligus mengurangi ketimpangan antarwilayah.

Keberhasilan ini juga bisa menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia dalam mengelola dana desa secara transparan, akuntabel, dan sesuai hukum