Bunga Turun, Hotman Paris Sentil Menkeu Purbaya Yudhi: Deposito Saya Jadi Merugi
- instagram @menkeuri
Hotman Paris protes ke Menkeu Purbaya karena bunga deposito turun akibat dana Rp200 triliun digelontorkan ke Himbara. Kebijakan ini dinilai strategis untuk ekonomi
Viva,Banyumas - Kebijakan pemerintah menaruh dana jumbo sebesar Rp200 triliun ke perbankan milik negara (Himbara) menuai perhatian publik. Pasalnya, kebijakan tersebut membuat bunga deposito turun signifikan, bahkan sempat menimbulkan protes dari pengacara kondang Hotman Paris Hutapea.
Hal ini diungkap langsung oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers APBN KiTa edisi September 2025 di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (22/9/2025). Purbaya menyebut, tujuan utama kebijakan tersebut adalah meningkatkan likuiditas bank agar biaya dana atau cost of fund menurun.
“Likuiditas naik, cost of fund jadi turun. Pak Hotman Paris protes kepada saya. Waktu dia memperpanjang depositonya bunga jadi turun, dia jadi rugi. Memang itu tujuan saya, biar dia belanja lagi, kalau belanjakan ekonomi jalan,” ungkap Purbaya dengan nada bercanda.
Pernyataan tersebut sontak memicu reaksi publik. Banyak yang menyoroti bagaimana kebijakan makroekonomi bisa langsung berdampak pada kalangan masyarakat, termasuk investor besar seperti Hotman Paris.
Di sisi lain, ada pula yang menilai langkah pemerintah tepat, karena dengan bunga deposito turun, masyarakat cenderung mengalihkan dana mereka ke sektor riil sehingga perputaran ekonomi meningkat.
Menurut Purbaya, penempatan dana Rp200 triliun ke bank Himbara bukan sekadar langkah instan, melainkan bagian dari strategi fiskal menjaga stabilitas perekonomian nasional. Dengan likuiditas yang lebih longgar, bank dapat menyalurkan kredit dengan bunga lebih rendah, mendukung sektor usaha kecil hingga menengah untuk berkembang.
Namun, bagi individu seperti Hotman Paris yang mengandalkan deposito sebagai instrumen investasi, tentu penurunan bunga ini mengurangi potensi keuntungan. Kritik Hotman dianggap wajar sebagai suara dari kelompok nasabah besar.
Meski begitu, kebijakan pemerintah tetap difokuskan pada kepentingan ekonomi jangka panjang, bukan hanya kepentingan individu. Fenomena ini juga menjadi pelajaran penting tentang dinamika investasi. Deposito yang dikenal aman dan stabil ternyata tetap bisa terdampak oleh kebijakan fiskal dan moneter.
Investor dituntut lebih cermat dalam diversifikasi portofolio agar tidak hanya bergantung pada satu instrumen keuangan. Ke depan, masyarakat menunggu sejauh mana kebijakan Rp200 triliun ini mampu mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Jika berhasil, langkah pemerintah bisa menjadi contoh bagaimana sinergi fiskal dan perbankan mampu menciptakan dampak positif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan