Warga Sragen Pertanyakan Status Tanah Kas Desa Jeruk yang Dikuasai PTPN IX

Ilustrasi Warga Jeruk protes status tanah kas desa
Sumber :
  • Pexel @Jan Tancar

Polemik tanah kas Desa Jeruk, Sragen, mencuat setelah lahan desa diduga dikuasai PTPN IX. Warga menuntut kepastian hukum agar tanah kembali bermanfaat untuk desa

Hilang Status Pemain Eropa, Dugaan Alasan Thom Haye Kesulitan Cari Klub di Benua Biru

Viva, Banyumas - Polemik status tanah kas Desa (TKD) Jeruk, Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen, kembali memanas. Warga setempat menuntut kejelasan atas lahan yang sejak lama diduga dikuasai PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX Klaten.

Menurut tokoh masyarakat Desa Jeruk, Minarso, tanah yang sejatinya merupakan tanah kas desa secara mengejutkan berubah status menjadi Hak Guna Bangunan (HGB). Tanah tersebut dahulu dipakai untuk usaha perkebunan tembakau oleh PTPN IX.

Kejagung Ungkap Status Warga Negara Riza Chalid Usai Diduga Menikah dengan Keluarga Kerajaan Malaysia

Namun, aktivitas usaha itu telah berhenti puluhan tahun lalu. Dikutip dari akun Instagram @sragenkita, Minarso mengatakan Tanah kas desa kok bisa jadi HGB PTPN IX. Sertifikatnya memang terbit 20 tahunan sekali, tapi usaha tembakaunya sudah tutup.

Sekitar lima tahun lalu malah muncul papan bertuliskan ‘Tanah Ini Milik PTPN IX’ yang membuat warga kaget. Kini, lahan tersebut tidak lagi digunakan oleh perusahaan, melainkan dikelola sejumlah pihak secara pribadi.

Komunitas Ojek Online Tolak Status Pekerja Tetap Tidak Mau Seperti Buruh Hingga Desak Hapus Potongan 10 persen

Ada yang menjadikannya lahan sawah, tempat usaha batako, hingga warung kecil. Situasi ini menimbulkan kecemburuan sosial di tengah masyarakat. Warga menilai, jika memang tanah tersebut milik desa, seharusnya dikembalikan menjadi tanah kas desa agar bisa dikelola secara adil untuk kepentingan bersama.

Warga hanya ingin kejelasan. Jangan sampai tanah desa dimanfaatkan tanpa status yang jelas. Kasus ini memunculkan pertanyaan besar terkait tata kelola aset desa. Menurut pengamat kebijakan publik, persoalan TKD yang dikuasai pihak ketiga kerap terjadi akibat lemahnya pengawasan dan tumpang tindih aturan.

Halaman Selanjutnya
img_title