Immanuel Ebenezer Bantah Terjaring OTT KPK, Ketua KPK Beri Respons Menohok

Noel bantah OTT, KPK tegaskan bukti hukum lebih utama
Sumber :
  • instagram @immanuelebenezer

Viva, Banyumas - Mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) RI, Immanuel Ebenezer Gerungan (IEG) atau yang akrab disapa Noel, kembali menjadi sorotan publik setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

OTT KPK Bukan Jebakan, Silfester Ungkap Aib Gelap Immanuel Ebenezer

Penetapan ini menimbulkan perdebatan karena Noel membantah keras bahwa dirinya terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) seperti yang ramai diberitakan. Dalam klarifikasinya, Noel menegaskan bahwa kasus yang menjeratnya bukanlah kasus pemerasan sebagaimana dispekulasikan publik.

“Saya tidak di-OTT, pertama itu. Kedua, kasus saya bukan kasus pemerasan agar narasi di luar tidak menjadi narasi yang kotor memberatkan saya,” tegas Noel dilansir dari tvonenews.

Eks Wamenaker Immanuel Ebenezer Minta Amnesti ke Prabowo, Pakar Hukum: Terlalu Dini dan Tidak Rasional

Ia juga menyampaikan permintaan maaf kepada Presiden Prabowo Subianto, keluarga, serta masyarakat Indonesia atas kekecewaan yang mungkin timbul akibat status tersangka yang ia hadapi.

Menanggapi bantahan Noel, Ketua KPK Setyo Budiyanto memberikan pernyataan tegas. Ia menekankan bahwa bantahan adalah hak tersangka, namun yang terpenting bagi KPK adalah proses hukum dengan bukti sah.

Cocoknya Motor Apa Buat Saya, Pertanyaan Immanuel Ebenezer yang Jadi Sorotan KPK

“Bantahan itu hak tersangka. Paling penting adalah penyidik bisa membuktikan perbuatan melawan hukumnya,” ujar Setyo.

Menurut KPK, penetapan tersangka terhadap Noel dilakukan setelah adanya hasil operasi tangkap tangan terkait dugaan pemerasan pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.

Dalam operasi tersebut, Noel bersama sepuluh orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka. Berdasarkan keterangan resmi, mereka dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal 12B UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Ancaman hukuman bagi tersangka cukup berat, yaitu pidana penjara paling singkat empat tahun hingga seumur hidup, serta denda maksimal Rp1 miliar. Noel menilai narasi OTT yang beredar di masyarakat telah menyesatkan dan merugikan dirinya secara pribadi maupun politik. Ia meminta agar kasusnya tidak diframing sebagai kasus pemerasan agar tidak menimbulkan persepsi negatif berlebihan.

“Saya ingin semua pihak memahami, kasus ini jangan dibuat seolah-olah saya pelaku pemerasan. Itu tidak benar. Biarkan proses hukum berjalan dengan adil,” tambahnya.

Hingga kini, KPK belum membeberkan secara rinci kronologi kasus Noel. Namun lembaga antikorupsi tersebut memastikan bahwa seluruh proses hukum akan dijalankan secara transparan dan akuntabel.

Kasus ini diprediksi akan menjadi perhatian publik dalam waktu lama, mengingat Noel dikenal sebagai tokoh politik yang cukup vokal.

Perdebatan antara bantahan Noel dan keyakinan KPK dalam membuktikan perbuatannya akan menjadi ujian bagi kredibilitas penegakan hukum di Indonesia