Pajak 2026: Pedagang Eceran dan Usaha Makanan Minuman Jadi Target Sri Mulyani
- instagram @smindrawati
Viva, Banyumas - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa sektor perdagangan eceran serta usaha makanan dan minuman akan menjadi fokus pengawasan pajak tahun 2026. Langkah ini diambil karena kedua sektor tersebut dianggap rawan aktivitas shadow economy atau ekonomi bayangan yang berpotensi menggerus penerimaan negara.
Dalam Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN 2026 yang dirilis pekan ini, pemerintah menyoroti empat sektor dengan risiko shadow economy tertinggi, yaitu perdagangan eceran, makanan dan minuman, perdagangan emas, serta perikanan. Aktivitas ekonomi bayangan ini dinilai menghambat upaya pemerintah memperluas basis pajak.
Fenomena shadow economy seringkali melibatkan pelaku usaha yang beroperasi tanpa izin resmi, tidak terdaftar sebagai wajib pajak, hingga masih mengandalkan transaksi tunai. Akibatnya, perputaran uang dari sektor ini sulit dilacak oleh otoritas pajak.
Untuk menutup celah tersebut, pemerintah telah menyiapkan strategi pengawasan ketat dalam agenda perpajakan 2026. Salah satu langkah penting adalah pemetaan aktivitas usaha berisiko tinggi yang dilakukan sejak 2025 melalui program Compliance Improvement Program (CIP) dan analisis intelijen.
Sri Mulyani juga menegaskan bahwa integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan semakin memperkuat sistem coretax yang mulai berlaku efektif sejak 1 Januari 2025.
Integrasi ini diharapkan mampu meningkatkan akurasi data wajib pajak serta mendorong transparansi transaksi keuangan. Selain itu, pemerintah juga akan melaksanakan canvassing aktif untuk mendata wajib pajak yang belum terdaftar, khususnya dari kalangan pedagang kecil hingga usaha kuliner.
Langkah ini sekaligus memberikan edukasi agar pelaku usaha memahami pentingnya kepatuhan pajak bagi keberlanjutan ekonomi nasional.