Roasting Kocak Presenter Metro TV Soal Film Animasi Merah Putih: One For All, Font Acak Mirip PPT Anak SD
- instagram @val_resa
Viva, Banyumas - Film animasi “Merah Putih: One For All” yang digadang-gadang sebagai karya monumental peringatan 80 tahun Republik Indonesia justru menuai sorotan publik setelah mendapat roasting kocak dari seorang presenter Metro TV Valentinus Resa. Film ini awalnya diharapkan mampu membangkitkan semangat nasionalisme dan menjadi kebanggaan industri animasi Indonesia.
Namun, kritik tajam justru datang dari siaran Metro TV yang viral di media sosial diunggah akun Instagram @luarbioskop. Dalam segmen tersebut, sang presenter menyebut bahwa visual film tampil dengan warna yang saling tabrakan, penggunaan font acak mirip presentasi PowerPoint anak SD, hingga desain karakter 3D yang terkesan seperti hasil editan di ponsel sambil dicas di warkop. Komentar tersebut membuat banyak warganet terhibur, namun sekaligus mempertanyakan kualitas produksi film animasi nasional yang disebut-sebut berskala besar dan berbiaya tinggi.
“Merah Putih: One For All” dipromosikan sebagai proyek animasi yang akan menjadi simbol persatuan, mengangkat nilai sejarah, dan membangkitkan rasa bangga terhadap Tanah Air. Bahkan, sejumlah promosi menyebut film ini sebagai salah satu proyek kreatif terbesar menjelang HUT ke-80 Republik Indonesia.
Sayangnya, ekspektasi publik yang tinggi berbanding terbalik dengan penerimaan di media sosial. Cuplikan film yang beredar justru mengundang meme dan sindiran. Setelah roasting Metro TV viral, ribuan komentar bermunculan di berbagai platform.
Banyak yang menilai kritik tersebut mewakili kekecewaan penonton, sementara sebagian lain menilai sindiran itu sebagai masukan yang harus diterima tim produksi. Ada juga yang mempertanyakan penggunaan dana dan proses kreatif di balik proyek yang mengklaim membawa nama nasionalisme.
Kasus ini kembali membuka perdebatan tentang kualitas produksi animasi di Indonesia. Meski industri kreatif terus berkembang, tantangan dalam hal riset visual, pemilihan desain, hingga standarisasi produksi masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi kreator lokal.
Publik berharap ke depan, proyek animasi nasional tidak hanya mengandalkan narasi besar, tetapi juga mampu menyajikan visual yang sepadan dengan klaim monumental yang dibawa.