Bukan Hanya Prabowo, Daftar 7 Presiden yang Pernah Gunakan Hak Amnesti dan Abolisi
- instagram @prabowo
Viva, Banyumas - Pemberian amnesti dan abolisi oleh Presiden Prabowo Subianto kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan eks Menteri Perdagangan Tom Lembong memicu perbincangan hangat. Meski begitu, kebijakan ini bukan yang pertama kali dilakukan oleh presiden Indonesia.
Hak untuk memberikan amnesti dan abolisi merupakan hak prerogatif presiden sesuai Pasal 14 UUD 1945, dan hampir semua presiden RI pernah menggunakannya.
Berikut daftar presiden Indonesia yang tercatat pernah memberikan amnesti dan/atau abolisi dilansir dari tvonenews.
1. Soekarno
Presiden pertama RI ini tercatat memberi amnesti dan abolisi kepada kelompok pemberontak seperti DI/TII Kahar Muzakar (1959), PRRI, RMS, hingga Gerakan Aceh Merdeka pada awal 1960-an.
2. Soeharto
Pada 1977, Soeharto memberikan amnesti dan abolisi kepada pengikut gerakan Fretilin di Timor Timur demi menjaga keutuhan NKRI dan mempercepat pembangunan daerah.
3. BJ Habibie
Habibie mengeluarkan amnesti politik kepada 18 tahanan Timor Timur serta dua tokoh pro-demokrasi: Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan.
4. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Gus Dur memberikan amnesti kepada Budiman Sudjatmiko dan sejumlah aktivis Gerakan Aceh Merdeka. Ini sebagai bagian dari pendekatan damai terhadap kelompok-kelompok oposisi.
5. Megawati Soekarnoputri
Meski tidak terealisasi, Megawati sempat mewacanakan abolisi untuk Soeharto terkait kasus korupsi dana yayasan. Namun proses hukum tak berlanjut karena alasan kesehatan.
6. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Pada 2005, SBY memberi amnesti massal kepada anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai bagian dari kesepakatan damai Helsinki.
7. Joko Widodo (Jokowi)
Jokowi memberikan amnesti kepada mantan kombatan Din Minimi dan dua tokoh kontroversial: Baiq Nuril dan Saiful Mahdi yang sempat tersandung UU ITE.
Di masa pemerintahannya, Prabowo menyetujui amnesti untuk Hasto dan abolisi untuk Tom Lembong. Ia juga telah merancang pemberian amnesti untuk 44.000 napi, termasuk tahanan politik Papua