228 Ton Beras Oplosan Dicampur Pakan Ternak Beredar di Riau Selama 2 Tahun Dijual 16 Ribu Per Kg
- Humas Polda Riau
Viva, Banyumas - Kasus beras oplosan kembali mengguncang publik. Kali ini, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau berhasil mengungkap praktik curang yang dilakukan oleh seorang pengusaha berinisial RG, yang telah menjual 228 ton beras oplosan ke masyarakat selama dua tahun terakhir.
Yang membuat kasus ini mengerikan adalah bahan yang digunakan: beras kualitas rendah yang dicampur dengan beras reject, bahkan sebagian berasal dari jenis yang seharusnya hanya untuk pakan ternak.
Menurut keterangan Kombes Ade Kuncoro Ridwan, Direktur Reskrimsus Polda Riau, tersangka RG telah melakukan praktik ini sejak 2023. Sebanyak 130 ton beras terjual sepanjang tahun 2024, dan hingga pertengahan 2025 sudah terjual 98 ton, menjadikan totalnya lebih dari 228 ton beras oplosan yang telah beredar luas, khususnya melalui jaringan ritel di Pekanbaru dan sekitarnya.
“Modusnya, pelaku mencampurkan beras kualitas rendah dari daerah Penyalai, Pelalawan, dengan beras reject, lalu mengemas ulang dalam karung bermerek seperti Bulog dan merek-merek komersial lainnya,” ujar Kombes Ade dalam konferensinya Persnya di Polda Riau pada 29 Juli 2025.
Pihak kepolisian juga menyita 9,745 ton beras oplosan sebagai barang bukti dari gudang pelaku, serta karung-karung plastik bermerek Bulog yang ternyata diproduksi tahun 2024—meski kerja sama pelaku dengan Bulog sudah berakhir pada November 2023.
Hal ini memicu dugaan adanya pihak lain yang menyuplai karung ilegal kepada pelaku. Keuntungan yang diraup pelaku tak main-main.
Ia membeli beras reject seharga Rp6.000–Rp8.000 per kilogram, lalu menjual kembali dengan harga Rp16.000 per kilogram.
Dari selisih harga itu, RG diperkirakan meraup keuntungan bersih hingga Rp500 juta selama dua tahun.
Akibat perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 62 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang ancamannya mencapai 5 tahun penjara dan denda Rp2 miliar. Kasus ini menimbulkan kerugian besar bagi konsumen, bukan hanya secara ekonomi, tetapi juga dari sisi kesehatan, mengingat beras yang seharusnya untuk ternak bisa berisiko jika dikonsumsi manusia dalam jangka panjang.
Polda Riau kini terus mendalami jaringan distribusi dan kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. Masyarakat pun diimbau untuk lebih jeli dalam membeli beras, terutama jika harganya jauh di bawah standar pasar namun dikemas dalam merek ternama