Skandal APD COVID 19: Uang Negara Lenyap Rp319 Miliar, 3 Terdakwa Divonis Penjara Ringan, Adilkah?

3 terdakwa korupsi APD COVID 19 jalani sidang vonis
Sumber :
  • Tiktok @4mhmmd

Viva, Banyumas - Skandal APD COVID-19 kembali menjadi sorotan publik setelah Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis tiga terdakwa yang terlibat dalam kasus ini. Mereka terbukti bersalah telah melakukan korupsi secara bersama-sama dalam pengadaan APD di Kementerian Kesehatan pada tahun 2020.

Vonis Lebih Ringan untuk Eks Pejabat Kemenkes, Ada Apa di Balik Kasus APD COVID 19?

Akibat perbuatan itu, uang negara lenyap hingga mencapai Rp319 miliar, namun ketiganya hanya dijatuhi hukuman yang dianggap ringan. Adilkah putusan ini? Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, ketiga terdakwa dalam skandal APD COVID-19 divonis dengan pidana penjara antara 3 hingga 11,5 tahun.

Padahal, kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp319 miliar lebih. Uang negara lenyap dalam transaksi fiktif dan pelanggaran prosedur pengadaan. Vonis ringan terhadap ketiga terdakwa menuai pertanyaan publik: sudahkah keadilan ditegakkan? Kasus skandal APD COVID-19 ini mengungkap betapa besarnya potensi korupsi meskipun negara sedang dalam keadaan darurat.

Benarkah Ada Mark Up? KPK Dalami Skema Harga Bansos Covid 19

Uang negara lenyap begitu saja senilai Rp319 miliar, dan hanya tiga orang yang dimintai pertanggungjawaban pidana. Namun vonis yang dijatuhkan kepada ketiga terdakwa dinilai terlalu ringan oleh banyak pihak.

Dalam kondisi seperti ini, adilkah hukuman yang mereka terima?. Vonis dijatuhkan kepada mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, Budi Sylvana, yang dihukum 3 tahun penjara.

Terjerat Skandal Striptis: Ketua Hanura Jateng Jadi Tersangka Prostitusi

Sementara itu, Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik divonis 11 tahun penjara, dan Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo dijatuhi hukuman paling berat yakni 11 tahun dan 6 bulan penjara.

“Para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ujar Hakim Ketua Syofia Marliyanti dalam sidang pembacaan putusan yang dikutip dari Antara pada 10 Juni 2025.

Selain hukuman penjara, ketiganya juga dikenakan denda. Budi didenda Rp100 juta, sedangkan Ahmad dan Satrio masing-masing Rp1 miliar.

Kedua nama terakhir juga harus membayar uang pengganti sebesar total Rp284 miliar atau menjalani pidana tambahan jika tak mampu membayar.

Korupsi ini bermula dari pengadaan 5 juta pasang APD yang dilakukan tanpa prosedur resmi, seperti surat pesanan dan bukti kewajaran harga. Bahkan PT EKI diketahui tidak memiliki izin penyalur alat kesehatan (IPAK) maupun pengalaman sebagai penyedia barang/jasa pemerintah.

Ahmad dan Satrio disebut memperkaya diri secara langsung dari proyek pengadaan tersebut, masing-masing menerima Rp224,19 miliar dan Rp59,98 miliar.

Meski Budi tidak terbukti menerima aliran dana, ia tetap dinyatakan bersalah karena turut membantu dalam negosiasi dan pembuatan surat pesanan palsu.

Majelis Hakim menyebut tindakan para terdakwa bertentangan dengan upaya pemerintah menangani pandemi dan mencoreng kepercayaan publik terhadap Kemenkes.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa, namun dinilai telah memenuhi rasa keadilan. Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa bahkan dalam situasi darurat nasional, praktik korupsi bisa tetap terjadi dan berdampak besar bagi keuangan negara dan integritas institusi