Banjarnegara Bergejolak, Tunjangan DPRD Jadi Sorotan hingga Bupati Turun Tangan Cabut Perbup
- instagram @dprd.banjarnegara
Polemik tunjangan DPRD Banjarnegara memicu dua keputusan besar: mundurnya Ketua DPRD Anas Hidayat dan pencabutan Perbup oleh Bupati. Publik minta transparansi anggaran dijaga
Viva, Banyumas - Polemik terkait besaran tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD Banjarnegara memunculkan gejolak di masyarakat. Sorotan publik semakin tajam setelah informasi besarnya anggaran tunjangan mencuat ke ruang publik. Kondisi ini akhirnya memaksa pemerintah daerah mengambil langkah tegas agar tidak menimbulkan ketidakpercayaan yang lebih luas.
Dalam konferensi pers di ruang rapat Sekda, Senin (22/9),Dua keputusan penting lahir dari dinamika tersebut. Pertama, Ketua DPRD Banjarnegara, Anas Hidayat, resmi menyatakan pengunduran diri dari jabatannya. Langkah ini dinilai sebagai bentuk tanggung jawab politik di tengah desakan masyarakat.
Kedua, Bupati Banjarnegara melalui Sekretaris Daerah Indarto, mengumumkan pencabutan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 11 Tahun 2025 yang mengatur tunjangan perumahan DPRD. Dengan pencabutan aturan tersebut, ketentuan kembali merujuk pada Perbup Nomor 4 Tahun 2023 sebagai dasar hukum yang berlaku.
Penyesuaian kebijakan ini akan efektif per 1 Oktober 2025. Pemerintah daerah berharap keputusan ini mampu meredam gejolak di masyarakat sekaligus mengembalikan kepercayaan publik terhadap tata kelola anggaran daerah.
Bupati Banjarnegara menegaskan, keputusan ini bukan sekadar bentuk respons cepat, tetapi juga langkah strategis untuk memperbaiki transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan. Dalam keterangan pers, Sekda Indarto menekankan pentingnya menjaga kredibilitas pemerintah daerah di mata masyarakat.
Polemik tunjangan DPRD Banjarnegara ini menjadi cerminan betapa sensitifnya isu kesejahteraan pejabat publik ketika dihadapkan pada realitas kebutuhan masyarakat. Publik menginginkan agar setiap kebijakan anggaran diputuskan dengan memperhatikan asas keadilan, prioritas pembangunan, dan kondisi sosial ekonomi daerah.
Mundurnya Anas Hidayat sebagai Ketua DPRD menjadi catatan tersendiri. Sebab, jarang terjadi seorang pimpinan legislatif mengambil langkah mundur secara sukarela akibat tekanan publik. Meski demikian, keputusan ini diapresiasi banyak pihak karena dinilai menunjukkan sikap kesatria dalam menjaga martabat lembaga DPRD.
Ke depan, pemerintah daerah diharapkan dapat lebih berhati-hati dalam merumuskan kebijakan terkait fasilitas atau tunjangan bagi pejabat publik. Transparansi, komunikasi publik, serta pelibatan masyarakat dalam proses perumusan kebijakan dinilai penting untuk mencegah munculnya polemik serupa.
Kasus Banjarnegara ini juga memberi pelajaran bagi daerah lain agar senantiasa mengedepankan akuntabilitas. Isu tunjangan dan fasilitas pejabat publik kerap menjadi sorotan utama masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan bijak agar kebijakan tidak menimbulkan kesenjangan persepsi antara pemerintah dengan rakyat yang diwakilinya