Komdigi Wacanakan Scan Wajah dan Sidik Jari untuk Aktivasi Medsos, Netizen Heboh

Ilustrasi Wacana scan wajah di Medsos bikin heboh
Sumber :
  • Pexel @pixabay

Komdigi wacanakan scan wajah & sidik jari untuk aktivasi akun medsos. Tujuannya cegah akun palsu, tapi menuai pro-kontra terkait privasi dan kebebasan digital

Badan Gizi Nasional Tolak Wacana Ubah MBG Jadi Bantuan Tunai Terkuak Alasannya

Viva, Banyumas - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah membuka wacana baru terkait keamanan ruang digital di Indonesia. Salah satu gagasan yang ramai diperbincangkan adalah penerapan scan wajah dan sidik jari sebagai syarat aktivasi akun media sosial.

Sekretaris Jenderal Komdigi, Ismail, menjelaskan bahwa identifikasi digital yang kuat diperlukan untuk menciptakan ekosistem digital yang aman. Menurutnya, penggunaan digital ID berbasis biometrik dapat menjadi solusi menekan kepemilikan akun ganda maupun anonim.

Heboh Grup Facebook Gay Surakarta, Sudah 13 Ribu Anggota Bikin Resah Warga

Dikutip dari laman Instagram @nowdots, Ismal mengatakan Verifikasi biometrik akan mendorong tanggung jawab individu dalam beraktivitas di ruang digital. Kalau identitas jelas, potensi penyalahgunaan akun bisa ditekan.

Meski begitu, ia menegaskan bahwa wacana ini masih dalam tahap pembahasan internal dan belum diputuskan. Artinya, kebijakan tersebut belum memiliki aturan hukum yang mengikat. Gagasan pembatasan akun media sosial sebelumnya juga sempat diusulkan anggota DPR, Oleh Soleh.

Prabowo Sibuk Menulis Catatan Saat Macron Berpidato di KTT PBB, Netizen Penasaran Isinya

Ia menilai akun ganda sering disalahgunakan, terutama oleh buzzer yang memicu polarisasi. Dengan adanya verifikasi biometrik, pemerintah berharap hanya akun yang terdaftar dengan identitas sah yang bisa beroperasi.

Namun, tidak semua pihak sepakat. Beberapa pengamat menilai penerapan scan wajah dan sidik jari berpotensi membatasi kebebasan berekspresi. Selain itu, ada kekhawatiran serius terkait perlindungan data pribadi jika informasi biometrik pengguna tersimpan di server negara maupun pihak ketiga.

Menurut Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), kepemilikan banyak akun media sosial tidak selalu negatif. Banyak orang membuat akun terpisah untuk kepentingan pribadi, pekerjaan, hingga usaha.

Jika kebijakan biometrik diterapkan, fleksibilitas pengguna bisa terganggu. SAFEnet juga menyoroti risiko kebocoran data. Data biometrik, seperti wajah dan sidik jari, termasuk kategori paling sensitif.

Apabila terjadi kebocoran, dampaknya bisa jauh lebih berbahaya dibandingkan sekadar data identitas biasa. Netizen pun ramai menanggapi isu ini.

Sebagian mendukung langkah pemerintah demi memerangi hoaks dan akun palsu, sementara yang lain menganggap kebijakan tersebut terlalu berlebihan dan berpotensi mengekang kebebasan digital.

Perdebatan ini menunjukkan adanya tantangan besar dalam mencari titik tengah antara keamanan digital dan hak kebebasan berekspresi. Publik berharap Komdigi membuka ruang dialog lebih luas sebelum membuat keputusan final