Janji Pabrik Semen Tinggal Janji, Rembang Masih Masuk 10 Kabupaten Termiskin Jateng

Ilustrasi Rembang masih miskin meski ada pabrik semen
Sumber :
  • Pexel @kindelmedia

Rembang masih terjebak kemiskinan meski ada pabrik Semen Indonesia. Investasi besar tak memberi dampak signifikan, ribuan warga tetap berjuang di garis kemiskinan

Turun 2,13 Persen, Begini Strategi Kebumen Keluar dari Predikat Termiskin Hingga Dipuji Gubernur Jateng Ahmad Luthfi

Viva, Banyumas - Kabupaten Rembang kembali menjadi sorotan publik setelah data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat kemiskinan di daerah ini masih mencapai 14 persen pada 2024. Angka tersebut setara dengan lebih dari 91 ribu jiwa dan menempatkan Rembang dalam daftar 10 kabupaten termiskin di Jawa Tengah.

Persentase ini jauh di atas rata-rata kemiskinan Jawa Tengah yang hanya 10,7 persen. Dikutip dari akun Instagram @viralrembang, Padahal, sejak 2017, Rembang telah menjadi lokasi pabrik Semen Indonesia yang digadang-gadang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Saat itu, berbagai pihak optimistis investasi besar ini akan membuka lapangan kerja, memperkuat UMKM, hingga meningkatkan kualitas pendidikan.

Isu Gaji DPRD Rembang Capai Rp 90 Juta, Warga Hanya Rp 2 Juta: Ketimpangan Nyata

Mantan Bupati Abdul Hafidz serta Menteri Sosial kala itu, Khofifah Indar Parawansa, bahkan menyebut pabrik semen dapat memberi efek sosial positif bagi masyarakat. Namun, tujuh tahun berlalu, realita menunjukkan janji tersebut belum sepenuhnya terwujud.

Meski ada perputaran ekonomi dari keberadaan industri besar, manfaat langsung bagi masyarakat luas masih minim. Faktanya, warga desa sekitar lokasi tambang seperti Tegaldowo justru merasakan tekanan ekonomi dan sosial.

Viral! Netizen Malaysia Kritik Janji Motor Baru Puan Maharani untuk Keluarga Affan Kurniawan

Banyak petani mengaku kehilangan sumber penghidupan karena lahan pertanian mereka terdampak aktivitas tambang. Selain itu, pencemaran debu juga membuat hasil pertanian menurun drastis.

Hal ini memperparah kondisi warga yang sebelumnya sudah hidup pas-pasan. Situasi tersebut menimbulkan paradoks: hadirnya investasi besar tidak otomatis membawa kesejahteraan merata. Program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang dijanjikan belum mampu menjawab kebutuhan dasar warga seperti peningkatan pendapatan dan ketahanan pangan.

Halaman Selanjutnya
img_title