Heboh di X, Standar Super Kaya Versi BPS Pengeluaran 3 Juta Per Bulan, Absurd Atau Realistis

Ilustrasi Netizen ramai kritik batas super kaya versi DTSEN
Sumber :
  • pexel @kevinku

Viva, Banyumas - Batas kaya versi DTSEN (Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional) yang merupakan basis data yang dikelola BPD memicu perdebatan sengit di media sosial X. Dalam data yang beredar, seseorang dikategorikan “super kaya” jika memiliki pengeluaran lebih dari Rp3 juta per kapita per bulan.

Celios Minta PBB Audit BPS, Pertanyakan Kejanggalan Data Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,12 Persen Kuartal II 2025

Angka ini membuat banyak netizen terkejut sekaligus skeptis, karena dianggap terlalu rendah untuk mencerminkan kondisi masyarakat terkaya di Indonesia. DTSEN sendiri merupakan basis data terpadu yang menggabungkan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial), Regsosek (Registrasi Sosial Ekonomi), dan P3KE (Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem).

Sistem ini membagi masyarakat ke dalam 10 desil kesejahteraan, mulai dari Desil 1 (termiskin) hingga Desil 10 (terkaya). Berdasarkan Keputusan Menteri Sosial Nomor 79/HUK/Tahun 2025, batas pengeluaran digunakan sebagai acuan pemerintah dalam memetakan tingkat kesejahteraan.\

Marketplace Melejit, Toko Fisik Terdesak! Data BPS dan Airlangga Ungkap Tren Baru Konsumen Indonesia 2025

Misalnya, jika pengeluaran keluarga mencapai Rp2,5 juta per bulan dengan lima anggota, maka per kapitanya hanya Rp500 ribu dan masuk kategori Desil 1 (miskin ekstrem). Sementara pengeluaran di atas Rp3 juta per kapita otomatis masuk Desil 10 alias “super kaya”.

Namun, standar ini memicu kritik luas. Banyak pengguna media sosial menilai angka tersebut jauh dari realitas biaya hidup, khususnya di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Denpasar. Di daerah urban, biaya sewa tempat tinggal, transportasi, dan kebutuhan pokok sering kali membuat pengeluaran jauh di atas Rp3 juta per kapita, bahkan untuk keluarga kelas menengah.

Rp 20 Ribu per Hari Masih Layak, Mensos Minta BPS Revisi Ukuran Kemiskinan!

Sejumlah ekonom juga berpendapat bahwa klasifikasi ini lebih cocok digunakan untuk pemetaan data penerima bantuan sosial daripada mencerminkan kekayaan riil. Menurut mereka, batas Rp3 juta per kapita bukan berarti orang tersebut benar-benar kaya, melainkan berada di posisi tertinggi dalam skala data pemerintah.

Dampak dari perdebatan ini cukup besar. Warganet mulai mempertanyakan bagaimana pemerintah menentukan indikator kesejahteraan dan apakah data tersebut bisa digunakan untuk merumuskan kebijakan ekonomi yang tepat sasaran.

Halaman Selanjutnya
img_title