Dijanjikan Bantu Jual Mobil, Mantan Polisi Ini Malah Bikin Pemilik Terjerat Utang Ratusan Juta!
- instagram @nunuuhasanah
Viva, Banyumas - Kasus dugaan penggelapan mobil yang melibatkan mantan perwira menengah polisi kembali mencuat ke publik. Seorang wanita bernama Siti Nurhasanah (29) resmi melaporkan AKBP Rahman Arif ke Polda Metro Jaya atas dugaan penggelapan kendaraan dan pengancaman.
Kasus ini bermula dari kepercayaan Siti terhadap Rahman, yang saat itu masih aktif sebagai anggota Polri. Pada Desember 2023, Siti berencana menjual mobil Toyota Rush miliknya dan menawarkan ke beberapa rekan, termasuk Rahman.
Ia menyanggupi untuk mengambil alih, meski terkendala BI Checking sehingga proses pengalihan hanya dilakukan secara pribadi. Karena status Rahman sebagai anggota Polri saat itu, Siti tidak curiga dan mempercayakan mobil sepenuhnya kepadanya.
Dikutip dari akun Instagram @nunuuhasanah, Namun kepercayaan itu justru berujung masalah. Rahman hanya membayar cicilan sebesar Rp 4,2 juta selama lima bulan (JanuariāMei 2024), lalu berhenti membayar tanpa alasan jelas.
Mobil tetap dikuasai Rahman, sedangkan nama Siti masih tertera sebagai pihak penyewa di leasing. Akibatnya, Siti terus dikejar oleh pihak leasing dan debt collector. Yang lebih mengejutkan, Rahman sempat mengaku STNK mobil hilang dan meminta dokumen serta kunci serep.
Belakangan terungkap, mobil itu telah dijaminkan ke pihak ketiga tanpa sepengetahuan Siti. Saat diminta bertanggung jawab, Rahman malah memaki dan mengancam Siti, bahkan mengatakan akan merusak kendaraan tersebut.
Karena tekanan terus datang dari pihak leasing, Siti akhirnya melunasi sisa cicilan mobil secara pribadi, dengan total kerugian materiil dan immateriil mencapai Rp 250 juta. Merasa dirugikan, Siti melaporkan Rahman ke Polda Metro Jaya dan juga Propam Mabes Polri.
Sidang etik pertama digelar 31 Desember 2024 dan menjatuhkan sanksi demosi kepada Rahman. Namun, karena kasus serupa kembali terulang terkait mobil milik korban lain bernama Alberta, sidang etik kedua pada 19 Mei 2025 menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Sayangnya, proses pidana yang dilaporkan sejak 9 November 2024 belum menunjukkan perkembangan signifikan. Kuasa hukum korban, Emmanuel Alvino, menyayangkan lambannya proses penyidikan.
Hingga kini, Rahman Arif belum juga ditetapkan sebagai tersangka meski laporan telah berjalan lebih dari 10 bulan.
Masyarakat kini menantikan langkah tegas aparat penegak hukum untuk memberikan keadilan bagi korban, serta menunjukkan bahwa hukum berlaku bagi siapa pun tanpa pandang bulu