Malam di GOR Satria Banjarnegara: Bocah Penjual Kerupuk dan Sisa Masa Kecilnya

Ilustrasi Bocah kecil berjualan kerupuk di GOR Satria Banjarnegara
Sumber :
  • pexel @Brett Sayles

Viva, Banyumas - Malam di GOR Satria Banjarnegara biasanya dipenuhi dengan keceriaan. Aroma gurih masakan dari puluhan lapak Lamongan menyebar di udara, memanggil setiap pengunjung yang datang. Namun, di antara riuh tawa dan hiruk pikuk, terselip satu pemandangan yang membuat hati terenyuh.

Pengendara Motor Bertabrakan Bocah Lari Ngejar Layangan di Comal Pemalang, Korban Alami Luka

Seorang bocah penjual kerupuk berjalan pelan, membawa kantong plastik besar berisi dagangan. Langkahnya ragu, matanya mencari-cari tatapan yang mau menyambutnya. Suaranya nyaris tenggelam oleh riuh obrolan para pengunjung yang asyik menikmati santapan malam. Bocah itu tidak hanya menjual kerupuk.

Ia sedang menukar masa kecilnya yang seharusnya diisi dengan bermain dan belajar, menjadi perjuangan demi membantu keluarga.

Pesan Ahmad Luthfi di Rakor: Bersihkan Sisa Aksi Massa, Jaga Iklim Investasi Jateng Pasca Demo

Dari kejauhan, terlihat sang ibu memandanginya. Ia tidak ikut mendekati pembeli, seolah membiarkan anaknya belajar menghadapi kerasnya hidup. Mungkin ini cara sang ibu mengajarkan ketegaran, atau bisa jadi sebuah potret kepasrahan.

Beberapa kali bocah itu menawarkan kerupuk pada meja-meja pengunjung, namun sering kali hanya dibalas senyum singkat atau gelengan kepala. Di depan sebuah swalayan yang terang benderang, ia sempat termenung. Kantong plastiknya masih penuh, tapi semangatnya tampak mulai meredup.

Tragis! Bocah 13 Tahun di Mesir Tewas Usai Lahap 3 Bungkus Mi Instan Mentah

Dilansir dari lapak Aduan laman resmi pemkab banjarnegara, Pemandangan ini menjadi potret nyata kemiskinan yang masih terjadi di sekitar kita. Anak-anak seperti dia dipaksa memahami arti penolakan di usia yang seharusnya menjadi masa belajar dan bermain. Ia tak lagi memikirkan rumus perkalian atau hafalan pelajaran sekolah, melainkan memikirkan bagaimana kerupuk dagangannya laku malam itu.

Kisah seperti ini bukanlah hal asing di berbagai daerah di Indonesia. Banyak anak-anak yang akhirnya menjadi tulang punggung keluarga karena desakan ekonomi. Mereka harus mengorbankan hak atas masa kecil yang layak demi membantu orang tua.

Fenomena anak bekerja di usia dini bukan hanya soal kemiskinan, tapi juga tentang minimnya perlindungan sosial dan kesempatan pendidikan yang setara. Pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak harus ikut berperan agar anak-anak seperti bocah penjual kerupuk di GOR Satria ini tidak kehilangan masa depannya.

Kita bisa memulainya dengan kepedulian sederhana: membeli dagangannya, memberikan dukungan moral, atau membantu melalui komunitas sosial yang fokus pada anak kurang mampu. Sebab, di balik sepotong kerupuk yang ia tawarkan, tersimpan harapan besar untuk keluarga yang ia cintai. Malam itu di GOR Satria bukan sekadar tentang kuliner dan keramaian.

Bagi sang bocah, itu adalah perjuangan hidup. Sebuah cerita sunyi yang seharusnya membuat kita bertanya pada diri sendiri: di mana kita saat anak-anak harus kehilangan masa bermainnya demi bertahan hidup?