Heboh! Sekda Semarang Bantah Minta Iuran Beli Nmax, Ancam Lapor Polisi
- pexel @labskiii
Viva, Banyumas - Kasus dugaan permintaan iuran untuk pembelian sepeda motor Yamaha Nmax oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Semarang, Djarot Supriyoto, menuai kehebohan di jagat maya. Potongan surat yang berisi permintaan kontribusi dari 25 Perangkat Daerah (PD) dan 19 kecamatan di Kabupaten Semarang viral di media sosial, memunculkan polemik di kalangan masyarakat.
Dalam surat tersebut, tertera jumlah kekurangan dana sebesar Rp28 juta yang konon akan digunakan untuk membeli sepeda motor Nmax seharga sekitar Rp35 juta dan karikatur sebesar Rp2 juta. Setiap perangkat daerah dan kecamatan disebut diminta memberikan iuran minimal Rp600 ribu. Menanggapi hal tersebut, Djarot Supriyoto secara tegas membantah tuduhan tersebut.
Ia menyatakan tidak pernah meminta iuran apapun, apalagi untuk kepentingan pribadi seperti pembelian sepeda motor. Menurut Djarot, tudingan tersebut adalah fitnah yang mencemarkan nama baiknya sebagai pejabat publik. Dilansir dari akun Instagram @voktis.id, Djarot mengatakan ia tidak pernah mengeluarkan surat seperti itu.
ia tidak tahu-menahu soal potongan surat tersebut. Djarot menambahkan bahwa dirinya baru mengetahui soal beredarnya surat tersebut dari ajudannya. Ia menegaskan bahwa dirinya terlalu sibuk untuk mengurus hal-hal semacam itu.
Ia bahkan mengajak publik untuk memverifikasi kebenaran tuduhan tersebut ke setiap kepala dinas dan kepala bagian di lingkup pemerintah daerah. Lebih lanjut, Djarot menyatakan akan menempuh jalur hukum untuk melindungi nama baik dan integritasnya sebagai Sekda.
Ia berencana melaporkan penyebar informasi tersebut ke pihak kepolisian agar kasus ini bisa diusut secara tuntas. Djarot menegaskan Ini sudah masuk kategori pencemaran nama baik. Ia akan laporkan ke polisi. Publik Kabupaten Semarang kini dibuat bertanya-tanya mengenai kebenaran dokumen yang tersebar luas itu.
Sejumlah warga berharap agar pihak berwenang segera menyelidiki asal-usul surat tersebut dan menindak pihak-pihak yang menyebarkan informasi hoaks. Sementara itu, hingga saat ini belum ada klarifikasi resmi dari instansi atau pihak yang diduga membuat surat tersebut. Situasi ini semakin memperkuat urgensi transparansi dan penegakan hukum di lingkungan birokrasi daerah.