Trump Guncang Dunia: Ragukan Utang Nasional AS RP 594 Ribu Triliun, Kemungkinan Gak Mau Bayar ke Jepang dan China
- instagram @whitehouse
Viva, Banyumas - Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menjadi sorotan setelah melontarkan pernyataan kontroversial yang mengguncang stabilitas pasar global. Dalam sebuah wawancara eksklusif dari pesawat kepresidenan Air Force One, Trump secara terbuka meragukan keabsahan utang nasional Amerika Serikat yang saat ini telah mencapai angka mencengangkan: USD36,6 triliun atau Rp 594 ribu Triliun.
Trump menyatakan adanya kemungkinan penipuan atau penyimpangan dalam pencatatan utang nasional AS yang mencapai Rp 36,6 Triliun dan mengaku tengah menyelidiki praktik di Departemen Keuangan AS.
“Kami harus memastikan bahwa semua utang yang tercatat benar-benar sah dan terverifikasi,” ujar Trump dalam wawancaranya.
Pernyataan ini sontak menggegerkan para pelaku pasar keuangan internasional. Obligasi pemerintah AS selama ini dikenal sebagai instrumen keuangan paling aman di dunia.
Namun, keraguan Trump terhadap validitas utang memicu keresahan luas, khususnya di kalangan investor institusional dan negara-negara pemegang surat utang AS. Menurut data dari Visual Capitalist, Jepang tercatat sebagai pemegang utang AS terbesar dengan nilai lebih dari USD1 triliun, diikuti oleh China, Inggris, Kanada, dan negara lainnya seperti Prancis, India, dan Arab Saudi.
Jika Trump serius mempertimbangkan untuk tidak membayar sebagian dari utang yang dianggap "meragukan", dampaknya bisa sangat merusak kredibilitas keuangan AS secara internasional. Meskipun kemungkinan gagal bayar utang AS masih tergolong kecil, sinyal negatif dari tokoh penting seperti Trump cukup untuk menggoyahkan kepercayaan pasar.
Nilai dolar AS pun sempat berfluktuasi setelah pernyataan tersebut muncul ke publik, menandakan respons instan dari pelaku pasar. Analis ekonomi memperingatkan bahwa ketidakpastian terhadap komitmen AS dalam membayar utang bisa menciptakan efek domino dalam sistem keuangan global, mengingat peran sentral dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia.
Selain itu, jika negara-negara kreditur mulai kehilangan kepercayaan, bisa terjadi pengurangan drastis dalam pembelian surat utang AS di masa depan. Isu ini diperkirakan akan menjadi topik hangat dalam kampanye politik menjelang pemilu presiden AS berikutnya, apalagi jika Trump kembali mencalonkan diri.
Pernyataannya tidak hanya mengguncang pasar, tetapi juga memunculkan kembali perdebatan soal transparansi fiskal dan pengelolaan utang negara.
Ke depan, semua mata akan tertuju pada bagaimana pemerintah AS menanggapi pernyataan ini dan apakah akan ada audit menyeluruh terhadap struktur utang nasional yang selama ini dianggap tak tergoyahkan