Tom Lembong: Persidangan Saya Seperti Medan Perang Penuh Rudal Tuduhan Kasus Gula
- instagram @tomlembong
Viva, Banyumas - Mantan Menteri Perdagangan periode 2015—2016, Thomas Trikasih Lembong atau yang akrab disapa Tom Lembong, mengibaratkan persidangan kasus dugaan korupsi importasi gula yang menyeret namanya sebagai medan perang.
Dalam sidang pembacaan duplik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (14/7), Tom Lembong menggambarkan atmosfer sidang kasus impor gula sebagai ajang saling menyerang dengan “rudal dan roket tuduhan”.
“Sidang ini seperti perang. Ada rudal tuduhan, roket kesaksian, dan asap bantahan yang terus menghantam satu sama lain,” ungkap Tom Lembong di hadapan Majelis Hakim yang dikutip dari Viva.
Ia menambahkan bahwa suasana persidangan selama hampir empat bulan terakhir sangat penuh tekanan dan emosi.
Menurutnya, semua pihak dari penuntut hingga pembela sama-sama bertarung habis-habisan untuk membuktikan posisi mereka.
“Benar-benar all hands on deck,” katanya. Tom menggunakan istilah “The Fog of War” untuk menggambarkan kekacauan logika dan emosi yang terjadi selama persidangan. Menurutnya, sudah saatnya sidang memasuki masa jeda sejenak agar kabut, debu, dan asap dalam ‘pertempuran’ hukum ini bisa mengendap.
“Kalau masih terus dalam suasana penuh asap dan kebisingan, keadilan akan sulit tercapai. Hakim perlu udara yang jernih untuk memutus perkara dengan hati dan nurani yang tenang,” jelasnya.
Tom Lembong saat ini berstatus sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi importasi gula tahun 2015—2016. Ia didakwa merugikan negara sebesar Rp578,1 miliar karena menerbitkan surat persetujuan impor gula kepada 10 perusahaan tanpa melalui mekanisme resmi dan tanpa rekomendasi Kementerian Perindustrian.
Jaksa menuntut Tom dengan hukuman penjara 7 tahun dan denda sebesar Rp750 juta, subsider 6 bulan kurungan. Ia juga dituding telah menunjuk koperasi non-BUMN seperti Inkoppol dan SKKP TNI/Polri sebagai pelaksana stabilisasi harga gula, bukan perusahaan milik negara sebagaimana semestinya.
Dalam akhir pernyataannya, Tom mengajak semua pihak untuk kembali berpegang pada fakta, logika, dan objektivitas. Ia berharap Majelis Hakim dapat memutuskan perkara ini dengan kejernihan hati.
“Mari kita tinggalkan kabut dan kembali ke kejelasan. Hanya dengan begitu keadilan bisa hadir,” pungkasnya