Fatwa Haram Sound Horeg Bikin Heboh! Pengusaha: Saya Tak Akan Berhenti

Sound horeg digunakan saat hajatan di kampung
Sumber :
  • instagram @sound_horeg_lumajang

Viva, Banyumas - Fatwa haram sound horeg yang dikeluarkan oleh para ulama Pondok Pesantren Besuk di Pasuruan, Jawa Timur, memicu perdebatan hangat di tengah masyarakat. Fatwa ini tak hanya mendapat dukungan dari Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Situbondo, tetapi juga dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, sehingga memperkuat posisi hukum agama terhadap praktik hiburan jalanan tersebut. Namun, fatwa ini tak sepenuhnya disambut baik.

Bikin Geger! Bahtsul Masail Ulama di Pasuruan Haramkan Sound Horeg Ini Alasannya

Salah satu pihak yang secara terbuka menyatakan penolakannya adalah Sunawi (57 tahun), seorang pengusaha sound horeg asal Desa/Kecamatan Kendit, Kabupaten Situbondo.

Ia menyebutkan bahwa usaha penyewaan sound system sudah menjadi bagian dari hidupnya sejak tahun 2005, dan tidak akan serta-merta dihentikan hanya karena adanya fatwa. Dilansir dari laman Instagram @voktis.id, Sunawi mengatakan ia selaku pengusaha sound horeg, saya tidak akan berhenti karena itu usaha yang melekat pada kegiatannya.

Rp2,1 Juta untuk Seragam? Dugaan Pungli di SMP Negeri Sampang Cilacap Bikin Heboh!

Fatwa haram terhadap sound horeg sendiri dikeluarkan dengan alasan adanya unsur mudarat dalam pelaksanaannya.

Biasanya, acara-acara yang menggunakan sound horeg kerap disertai dengan penari yang membuka aurat, konsumsi minuman keras, serta kerumunan anak muda yang kadang berujung pada tindakan tidak senonoh.

Kasus Kakak Jual Adik ke Hidung Belang di NTB: Pengusaha MAA Resmi Jadi Tersangka

Hal inilah yang mendasari para ulama dan tokoh agama setempat untuk mengharamkannya. Sunawi tak menampik bahwa dalam praktiknya, beberapa penyewa memang menggunakan jasa sound horeg untuk kegiatan yang tidak pantas. Namun, menurutnya, tanggung jawab moral tetap berada di tangan penyelenggara acara, bukan pada penyedia sound system.

Sunawi menambahkan Itu tergantung penyewa. Kalau event besar atau acara adat, atau 17-an, pasti diikuti penari di belakang dan anak-anak muda yang sambil minum-minum begitu.

Untuk harga sewa, Sunawi mengungkapkan bahwa sistem penyewaan disesuaikan dengan spesifikasi alat. Untuk spesifikasi kecil, ia mematok harga Rp 1,5 juta, sedangkan spesifikasi besar bisa mencapai Rp 2,5 juta.

Meski menghadapi tekanan sosial dan agama, Sunawi menyatakan tidak akan menutup usahanya, karena itu adalah sumber penghidupan bagi dirinya dan keluarganya.

Fatwa haram sound horeg kini memunculkan dilema baru antara pelestarian budaya lokal, kebutuhan ekonomi masyarakat, dan nilai-nilai syariat Islam. Perlu pendekatan yang bijak dari semua pihak agar polemik ini tidak justru memicu konflik horizontal