68 Persen Warga Miskin Versi Bank Dunia, Pemerintah Bilang Tak Relevan?
- pexel @Guduru Ajay bhargav
Viva, Banyumas - Sebanyak 68 persen dari total penduduk Indonesia dikategorikan sebagai warga miskin versi Bank Dunia berdasarkan standar negara berpendapatan menengah atas. Namun, pemerintah bilang angka tersebut tak relevan jika digunakan sebagai acuan untuk menyusun kebijakan dalam negeri.
Pemerintah lebih memilih data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dianggap lebih sesuai dengan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Menurut pemerintah, metode penghitungan kemiskinan versi Bank Dunia tidak mempertimbangkan variasi harga dan pola konsumsi lokal.
Meski 68 persen warga miskin versi internasional tampak tinggi, pemerintah bilang data tersebut tak relevan dalam konteks nasional. Sebaliknya, pendekatan BPS dinilai lebih tepat karena mempertimbangkan aspek domestik secara menyeluruh.
Dalam menyusun program pengentasan kemiskinan, pemerintah tetap merujuk pada standar nasional, bukan pada data versi Bank Dunia yang menyebut 68 persen warga miskin. Fokus utama saat ini adalah penguatan sumber daya manusia melalui pendidikan dan program gizi.
Pemerintah bilang, orientasi kebijakan tidak semata-mata berdasarkan angka global yang dianggap tak relevan dengan kenyataan lokal. Dedek Prayudi, Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, menjelaskan bahwa pendekatan BPS lebih mencerminkan kondisi kemiskinan nasional Indonesia.
BPS menggunakan metodologi yang mempertimbangkan pola konsumsi lokal, variasi harga antar daerah, dan realitas sosial-ekonomi masyarakat Indonesia, bukan standar global yang digunakan Bank Dunia.
Menurut Dedek, data dari Bank Dunia memang penting untuk analisis global, namun tidak cocok untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan domestik. Pemerintah berpegang pada angka kemiskinan BPS, yang per September 2024 tercatat sebesar 8,57 persen.