Cuaca Tak Menentu, DBD Boyolali Tewaskan Tiga Warga: Fogging Tak Cukup!
- pexel @pixabay
Viva, Banyumas - Lonjakan kasus DBD Boyolali kembali menjadi perhatian setelah penyakit ini tewaskan tiga orang hingga pertengahan Juni 2025. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan, terdapat total 287 kasus yang tersebar di berbagai kecamatan, dengan jumlah terbanyak tercatat pada bulan Januari.
Kondisi cuaca tak menentu, seperti hujan dan panas yang bergantian, diyakini turut memicu meningkatnya populasi nyamuk penyebab demam berdarah, sehingga memperparah penyebaran penyakit.
Meskipun upaya pencegahan seperti fogging telah dilakukan secara rutin, namun faktanya fogging tak cukup untuk mengatasi penyebaran DBD Boyolali. Kabut insektisida ini hanya membunuh nyamuk dewasa, sementara jentik-jentik nyamuk tetap bertahan di tempat-tempat genangan air.
Situasi ini diperparah oleh cuaca tak menentu, yang menciptakan lingkungan ideal bagi nyamuk Aedes aegypti berkembang biak, sehingga risiko tewaskan tiga orang bisa terus berulang jika tidak ada langkah pencegahan menyeluruh.
Dinas Kesehatan mengimbau masyarakat agar tidak bergantung semata pada fogging, sebab fogging tak cukup efektif tanpa diikuti dengan perilaku bersih di lingkungan.
Ancaman DBD Boyolali di tengah kondisi cuaca tak menentu menjadi pengingat bahwa pencegahan lebih penting daripada penanganan.
Dengan korban sudah tewaskan tiga orang, penerapan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan perilaku hidup bersih harus menjadi langkah utama dalam melindungi warga Boyolali dari ancaman demam berdarah.
Dilansir dari laman Instagram @boyolalikita, Tren kasus memang mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, namun bahaya demam berdarah dengue (DBD) tetap menghantui.
Cuaca yang tidak menentu, dengan pola panas dan hujan silih berganti, menjadi faktor utama berkembangnya nyamuk Aedes aegypti, vektor utama penyebar penyakit ini.
Fogging, yang selama ini diandalkan masyarakat, disebut hanya efektif membunuh nyamuk dewasa, namun tak membasmi jentik-jentik yang berkembang di tempat air tergenang.
Dinas Kesehatan menegaskan bahwa fogging bukanlah solusi utama, melainkan hanya bagian kecil dari pencegahan.
Strategi yang jauh lebih efektif adalah PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).
Masyarakat Boyolali diminta lebih aktif melakukan 3M—menguras, menutup, dan mengubur barang bekas yang berpotensi menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk. Meskipun wilayah utara Boyolali yang sebelumnya dominan kasus kini lebih terkendali, daerah lain justru menunjukkan peningkatan signifikan.
Perubahan perilaku masyarakat untuk tidak "shopping dokter" atau berpindah-pindah pengobatan juga disebut ikut menurunkan tingkat fatalitas. Namun, selama masyarakat masih bergantung pada fogging semata, kasus DBD masih berpotensi naik.
Dengan jumlah korban yang terus bertambah, DBD Boyolali kini bukan sekadar isu kesehatan musiman, tapi krisis yang menuntut keterlibatan aktif dari seluruh warga. Tanpa kesadaran dan aksi nyata, ancaman nyamuk Aedes aegypti bisa kembali merajalela