Ukuran Lebih Kecil dari Garasi, Rumah Subsidi 14 Meter Persegi Ini Picu Pro Kontra

Contoh desain rumah subsidi ukuran super mungil 14 m2
Sumber :
  • Tiktok @b0cahtambun

Viva, Banyumas - Pemerintah tengah menjadi pusat perhatian usai mengumumkan rencana pembangunan rumah subsidi berukuran hanya 14 meter persegi, sebuah ukuran yang dinilai lebih kecil dari standar layak huni. Bahkan, rumah ini disebut-sebut lebih kecil dari ukuran rata-rata garasi mobil pribadi.

Ngeri! Ternyata Banyak Orang Salah Pasang Ban Motor Karena Nggak Tahu Cara Membaca Ukuran Ban Motor Ini

Gagasan ini pertama kali mencuat saat Menteri PUPR, Maruarar Sirait, mengunggah desain rancangan milik James Riady dari Lippo Group, yang langsung menimbulkan pro kontra di kalangan masyarakat. Meski dianggap sebagai solusi bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, desain rumah subsidi berukuran 14 meter persegi ini memicu debat panjang.

Banyak pihak menilai bahwa ruang yang lebih kecil dari garasi tidak cukup untuk menunjang aktivitas sehari-hari secara manusiawi. Di tengah pro kontra yang berkembang, sebagian mendukung langkah ini karena dianggap menjawab krisis hunian, sementara lainnya khawatir terhadap dampak sosial dan psikologisnya.

Resah! Seekor Monyet Berkeliaran di Rumah Warga Wiyorowetan, Pemalang

Kontroversi semakin memanas karena pemerintah berencana memperluas penerima manfaat rumah subsidi dengan menaikkan batas penghasilan. Namun ukuran 14 meter persegi tetap menjadi sorotan karena lebih kecil dari garasi, sehingga menimbulkan polemik di berbagai kalangan.

Di tengah pro kontra tersebut, para ahli properti dan kesehatan masyarakat mendesak agar aspek kenyamanan dan kelayakan tidak diabaikan hanya demi mengejar target kuantitas rumah murah. Namun, ukuran rumah subsidi yang lebih kecil dari garasi mobil ini langsung memicu pro dan kontra.

Info Lur! MPP Keliling Hadir di Kecamatan Gumelar pada Tanggal 26 Juni 2025, Jangan Sampai Terlewat

Pasalnya, 14 m² berada di bawah standar minimum hunian layak yang selama ini ditetapkan sebesar 18 m². Rumah tersebut diklaim hanya cukup untuk satu orang dewasa atau maksimal dua orang, tanpa ruang gerak yang layak untuk aktivitas rumah tangga harian. Di balik kontroversi ukuran, pemerintah juga mengubah aturan penerima subsidi.

Melalui Permen PUPR No 5 Tahun 2025, batas penghasilan penerima subsidi dinaikkan. Kini, individu dengan gaji hingga Rp12 juta dan pasangan dengan gabungan gaji Rp14 juta per bulan bisa mengakses rumah subsidi ini, khususnya untuk wilayah padat seperti Jabodetabek.

Meski secara finansial solusi ini dianggap meringankan, sejumlah pakar properti mengingatkan risiko jangka panjang.

Ali Tranghanda dan Lukito Nugroho menilai bahwa hunian berukuran sangat kecil dapat berdampak pada kesehatan mental, termasuk meningkatkan stres, kecemasan, dan berkurangnya produktivitas.

Apalagi jika rumah dihuni lebih dari satu orang dalam jangka waktu lama. Para pakar menyarankan agar pemerintah tidak hanya fokus pada harga rumah subsidi yang murah, tapi juga memperhatikan aspek kenyamanan dan kesehatan penghuninya.

Alternatif seperti hunian vertikal low-rise dengan desain efisien dan ruang yang lebih manusiawi dianggap lebih berkelanjutan.

Dengan terus meningkatnya kebutuhan akan hunian terjangkau, masyarakat berharap pemerintah tidak hanya menyodorkan solusi instan, tetapi juga mempertimbangkan kualitas hidup jangka panjang para penghuninya.

Rumah subsidi memang penting, tapi bukan berarti harus mengorbankan ruang hidup yang layak