KPK Periksa Mantan Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali di Polresta Banyumas terkait Kasus Gratifikasi Batu Bara

KPK periksa Ahmad Ali terkait Dugaan TPPU
Sumber :

Viva Banyumas - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad Ali, sebagai saksi terkait dugaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari. 

Simak! Himbauan Polresta Banyumas Terkait Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Di Bulan Ramadan 1446 H 2025

Pemeriksaan berlangsung di Polresta Banyumas, Jawa Tengah, pada Jumat, 7 Maret 2025.

"AA hari ini dilakukan pemeriksaan sebagai saksi di Polres Banyumas untuk perkara penyidikan Metrik Ton Batu Bara tersangka RW," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika, Jumat 7 Maret 2025. Dikutip dari viva.co.id

Waspada Lur! Peringatan Potensi Gerakan Tanah di Wilayah Kabupaten Banyumas pada Bulan Maret 2025

Pemeriksaan ini merupakan penjadwalan ulang setelah Ahmad Ali tidak memenuhi panggilan sebelumnya pada 27 Februari 2025. 

Ia diperiksa di Polresta Banyumas karena akan melaksanakan ibadah umrah minggu depan dan bersedia diperiksa di lokasi tersebut.

Sah! Aset Kebondalem Purwokerto Kembali ke Pemkab Banyumas: Bukan Sekedar Simbol Administratif Tapi Peluang Besar

"Penyidiknya sedang melakukan pemeriksaan di luar kota. Yang bersangkutan terinfo mau melaksanakan ibadah umroh minggu depan sehingga bersedia untuk diperiksa dan mendatangi di mana penyidik berada hari ini," kata Tessa.

Sebelumnya, pada 4 Februari 2025, KPK menggeledah rumah Ahmad Ali dan menyita uang senilai Rp3,49 miliar, dokumen, barang bukti elektronik, tas, dan jam tangan bermerek. 

Kasus ini terkait dugaan penerimaan gratifikasi oleh Rita Widyasari, yang diduga menerima kompensasi sebesar 5 dolar AS per metrik ton batu bara. 

Rita juga telah ditetapkan sebagai tersangka TPPU bersama Khairudin, Komisaris PT Media Bangun Bersama, pada 16 Januari 2018.

Ia divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dan denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan serta pencabutan hak politik selama 5 tahun.