Megawati Legalkan Outsourcing, Prabowo Mau Hapus? Mari KIta Simak Kontroversinya!
- Gerindra
Viva, Banyumas – Bayangkan kerja kerasmu dihargai dengan gaji minim, kontrak tak pasti, dan tunjangan nol. Itulah realita pekerja outsourcing.
Kebijakan ini 'diresmikan' Megawati tahun 2003, tapi Prabowo kini berkoar mau menghapusnya. Apa alasan di balik drama politik ini? Simak faktanya!"
1. Bukan Sekadar Kerja Kontrak
Outsourcing adalah sistem di perusahaan mempekerjakan tenaga lepas via pihak ketiga untuk pekerjaan non-inti (seperti cleaning service, security, atau operator produksi).
Tujuannya? Memangkas biaya: perusahaan tak perlu bayar tunjangan, pesangon, atau jaminan kesehatan.
Untuk pekerja, ini maksudnya hidup dalam ketidakpastian: pendapatan pas-pasan, kontrak diperpanjang ataupun diakhiri semaunya.
Teorinya, sistem ini dianggap efisien, tapi praktiknya sering eksploitatif.
2. UU Ketenagakerjaan 2003: Pro Kontra yang Tak Pernah Reda
Di era Megawati, outsourcing "dilegalkan" lewat UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal 64-nya memperbolehkan perusahaan mengalihdayakan pekerjaan ke pihak ketiga, asal bukan core business.
Saat itu, pemerintah bilang ini langkah menarik investasi dengan mempermudah proses rekrutmen. Tapi nyatanya, UU ini jadi senjata perusahaan untuk menekan upah dan menghindari tanggung jawab.
Pekerja pun terjebak dalam status kontrak seumur hidup tanpa kesejahteraan.
3. Prabowo vs Outsourcing
Keinginan Prabowo ini bikin menarik, karena bertolak belakang dengan awal mula sistem ini yang sah lewat UU di zaman Megawati.
Dalam kampanye Pilpres 2024, Prabowo Subianto menyatakan niat menghapus outsourcing, terutama untuk tenaga kerja sektor publik dan pekerjaan inti.
Banyak yang menyambut optimis, tapi juga skeptis: “Bisa nggak sih beneran dihapus?”
Alhasil, Outsourcing ibarat pisau bermata dua: di satu sisi mengirit anggaran, di sisi lain mempertaruhkan hak pekerja.
Outsourcing sudah jadi bagian dari realitas kerja Indonesia selama dua dekade lebih. Tapi dengan makin banyak suara yang menuntut keadilan bagi pekerja, sistem ini memang layak dikaji ulang.
Megawati meletakkan dasar, Prabowo ingin membongkarnya. Tapi, apakah penghapusan total solusi terbaik? Atau kita perlu reformasi sistem, bukan sekadar gebrakan politik?
Yang jelas, selama diperdebatkan berjilid-jilid, nasib jutaan pekerja outsourcing masih menggantung… layaknya kontrak mereka.