Pria Buta Permanen Usai Operasi Katarak, RSU Pindad Turen Malang Buka Suara

Ilustrasi RSU Pindad Turen buka suara soal kasus operasi katarak
Sumber :
  • pexel @Anna Shvets

Kasus Yulianto yang buta permanen usai operasi katarak di RSU Pindad Turen memasuki ranah hukum. RSU Pindad akhirnya buka suara, menegaskan siap ikuti prosedur hukum

Kronologi Lengkap Lansia Karangmoncol Purbalingga Tewas Dibacok oleh Keponakan Saat Tidur Motif Dendam Sering Diolok

Viva, Banyumas - Kasus dugaan malapraktik medis kembali menjadi sorotan publik setelah Yulianto (47), warga Turen, Kabupaten Malang, mengalami kebutaan permanen usai menjalani operasi katarak di RSU Pindad Turen pada September 2024.

Pihak keluarga Yulianto menilai ada unsur kelalaian medis dalam penanganan operasi tersebut. Setelah menunggu hampir setahun tanpa kepastian yang memuaskan, Yulianto bersama kuasa hukumnya, Agus Salim Gozali, akhirnya melaporkan dokter berinisial R ke pihak kepolisian.

Menpar Widiyanti Buka Suara Soal Gosip Mandi Air Galon di Labuan Bajo: Itu Hanya Karangan

Mereka menilai hak pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan transparansi informasi medis tidak terpenuhi.

Menanggapi laporan itu, Humas RSU Pindad Turen, Yanuar Rizal Al’Rosyid, akhirnya buka suara.

RSUP Prof Ngoerah Bongkar Kronologi Autopsi WN Australia Byron Usai Viral Isu Jantungnya Dicuri

Ia mengonfirmasi bahwa Yulianto memang pernah menjalani perawatan di RSU Pindad Turen pada September 2024. Namun, berdasarkan catatan medis, setelah tindakan operasi, Yulianto tidak lagi tercatat melakukan kontrol lanjutan.

“Pasien memang pernah berobat ke RSU Pindad, tetapi setelah itu tidak ada kontrol. Semua data kami tercatat, dan ini bisa menjadi bahan pembuktian,” jelas Yanuar saat ditemui sejumlah awak media di RS Pindad pada Selasa 30 September 2025.

Lebih lanjut, Yanuar menyampaikan bahwa pihak rumah sakit menghormati penuh hak pasien untuk melakukan pengaduan maupun upaya hukum sesuai ketentuan perundang-undangan.

RSU Pindad juga menegaskan akan mengikuti prosedur hukum yang berlaku dan tetap beritikad baik menyelesaikan persoalan ini.

“Pada 20 Agustus 2025, kami telah mengundang pasien, keluarga, dan kuasa hukumnya untuk berdiskusi terbuka demi hasil terbaik. Prinsip praduga tak bersalah tetap kami junjung agar pelayanan kesehatan terus berjalan dengan baik,” tambahnya.

Meski begitu, Yulianto mengaku kecewa karena komunikasi dengan pihak rumah sakit selama hampir setahun dianggap tidak memberikan jawaban yang memuaskan.

Kasus ini menjadi perhatian banyak pihak, terutama karena menyangkut aspek keselamatan pasien dan kualitas pelayanan rumah sakit.

Para pengamat hukum kesehatan menilai penyelesaian kasus ini harus mengedepankan transparansi, keadilan, dan perlindungan hak pasien.

Saat ini, proses hukum tengah berjalan, dan publik menanti bagaimana kasus ini akan diselesaikan. Apakah terbukti ada kelalaian medis atau justru faktor lain yang menyebabkan kondisi Yulianto, semua akan terang setelah penyelidikan tuntas.

Kasus ini sekaligus menjadi pengingat pentingnya komunikasi terbuka antara pasien, keluarga, dan pihak rumah sakit, agar kepercayaan terhadap layanan kesehatan tetap terjaga