Lassana Diarra, dari konflik kontrak di Rusia hingga gugatan Rp1,2 triliun yang guncang FIFA
- instagram @lass10diarra
Viva, Banyumas - Nama Lassana Diarra kembali jadi sorotan dunia sepakbola. Mantan gelandang timnas Prancis itu kini tercatat sebagai salah satu pemain yang berani menantang regulasi FIFA di meja hijau. Perjuangannya dianggap bersejarah, bahkan disejajarkan dengan kasus Bosman Ruling 1995 yang dulu mengubah wajah transfer pemain.
Kisah ini berawal pada tahun 2014 ketika Diarra berseteru dengan klub Rusia, Lokomotiv Moscow. Masalah gaji yang tak kunjung tuntas membuatnya menolak pemotongan kontrak dan enggan berlatih. Situasi memanas hingga kontraknya diputus sepihak.
Namun bukannya bebas, Mahkamah Arbitrase Olahraga (CAS) justru menjatuhkan hukuman berat: Diarra wajib membayar €10 juta kepada klub. Lebih parah lagi, aturan FIFA dalam Regulasi Status dan Transfer Pemain (RSTP) melarangnya bergabung dengan klub baru. Rencana pindah ke Sporting Charleroi di Belgia pun gagal total.
Ia harus berhenti bermain lebih dari setahun. Merasa haknya dilanggar, Diarra dengan dukungan FIFPRO, serikat pesepakbola dunia, menggugat aturan FIFA ke Pengadilan Uni Eropa (CJEU). Pada Oktober 2024, CJEU akhirnya memenangkan Diarra. Putusan itu menyebut regulasi FIFA menimbulkan risiko finansial yang tak terprediksi, sehingga melanggar kebebasan dasar pekerja.
Kemenangan tersebut membuka jalan baru. Diarra kini menggugat balik FIFA dan federasi sepakbola Belgia dengan nilai fantastis: €65 juta atau sekitar Rp1,2 triliun. Lebih dari sekadar kasus pribadi, perjuangan ini melahirkan gerakan Justice for Players, yang mewakili lebih dari 100 ribu pesepakbola merasa dirugikan oleh aturan FIFA sejak 2002.
“Ini bukan hanya untuk saya, tapi juga bagi pemain muda dan kurang dikenal yang tidak punya kekuatan melawan FIFA,” ujar Diarra dilansir dari Viva.
Kuasa hukumnya, Martin Hissel, memperkirakan keputusan akhir akan keluar dalam 12–15 bulan mendatang. Meski target jangka pendek adalah kompensasi, dampak jangka panjangnya sudah terasa. Diarra kini disejajarkan dengan Jean-Marc Bosman sebagai simbol revolusi hak-hak pemain sepakbola dunia.