Penculikan Kacab BRI Berujung Maut, Mengapa Polisi Enggan Jerat Pelaku dengan Pasal 340

Kasus penculikan KCP BRI jadi sorotan
Sumber :
  • Polda Metro Jaya

Polisi belum menerapkan pasal 340 KUHP dalam kasus penculikan KCP BRI yang tewas. Keputusan ini memicu sorotan publik dan desakan keluarga korban untuk hukuman lebih berat

Remaja 15 Tahun Diduga Disiksa Polisi Magelang, Ibu Korban Laporkan ke Polda Jateng!

Viva, Banyumas - Kasus penculikan dan pembunuhan Kepala Cabang Pembantu (KCP) BRI, Mohamad Ilham Pradipta (37), terus menjadi sorotan publik. Meski keluarga korban menilai unsur perencanaan dalam kasus ini sangat jelas, hingga kini penyidik Polda Metro Jaya belum menerapkan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana kepada para pelaku.

Kuasa hukum keluarga, Boyamin Saiman, menegaskan bahwa unsur perencanaan terpenuhi karena para pelaku memiliki opsi untuk menghabisi korban apabila menolak bekerja sama.

Buron Misterius! EG, Si Sipil yang Diburu Polisi dalam Kasus Sadis Kacab BRI

Ia menambahkan, adanya jeda waktu antara penolakan korban dengan keputusan eksekusi menunjukkan bahwa para pelaku sempat memiliki kesempatan untuk mengurungkan niat, namun tetap memilih untuk membunuh.

Dikutip dari laman Instagram Polda Metro Jaya, Menurut Boyamin, hal itu sudah cukup kuat untuk memenuhi rumusan pasal 340 KUHP. Ia mendesak agar kepolisian menjerat para tersangka dengan pasal tersebut agar hukuman maksimal dapat dijatuhkan, yakni penjara seumur hidup atau hukuman mati.

15 Tersangka Ditangkap, 1 Buron, dan 2 Prajurit TNI Terlibat: Fakta Mengejutkan Kasus Kacab BRI Pelaku S Jadi Sorotan

Namun, hingga saat ini polisi belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait penerapan pasal 340. Penyidik masih menggunakan pasal lain dalam proses hukum yang berjalan. Langkah ini menimbulkan pertanyaan publik, mengingat kasus berujung pada kematian korban yang sebelumnya diculik, disiksa, dan dibuang dalam kondisi masih hidup.

Ketiadaan pasal 340 dalam berkas perkara memunculkan dua kemungkinan. Pertama, penyidik masih mengumpulkan bukti tambahan untuk memperkuat unsur perencanaan. Kedua, polisi menilai bahwa aksi para pelaku lebih mendekati pembunuhan biasa dengan kekerasan, bukan pembunuhan berencana.

Bagi keluarga, hal ini menjadi kekecewaan besar. Mereka menilai penegakan hukum harus sejalan dengan fakta di lapangan, karena kasus semacam ini bisa menjadi ancaman bagi dunia perbankan. Apabila tidak ditindak tegas, kejahatan serupa dapat terulang dengan pola yang sama. Pakar hukum pidana juga menyoroti kasus ini.

Menurut mereka, keberadaan jeda waktu, opsi pembunuhan, serta koordinasi antar pelaku bisa dikategorikan sebagai bentuk perencanaan. Namun keputusan akhir tetap berada di tangan penyidik, sebelum kasus dilimpahkan ke jaksa. Publik kini menunggu langkah selanjutnya dari kepolisian.

Apakah pada tahap berikutnya pasal 340 KUHP akan diterapkan, atau penyidik akan tetap pada pasal awal yang disusun? Yang jelas, keluarga korban berharap keadilan ditegakkan dan pelaku dihukum setimpal dengan niatnya