7 Fakta Dibalik Layar Film Merah Putih: One For All, Animasi The Power of Kepepet yang Dikritik Netizen
- Youtube CGV
Viva, Banyumas - Film animasi Merah Putih: One For All tengah menjadi topik hangat di jagat maya. Bukan karena visual memukau atau cerita epik, melainkan deretan fakta mengejutkan yang muncul dari balik layar.
Proyek garapan Perfiki Kreasindo yang tayang 14 Agustus 2ini disutradarai Endiarto dan Bintang, dengan produser Toto Soegriwo, namun justru memicu kontroversi dan perdebatan netizen.
Berikut 7 fakta mengejutkan dibalik layar film Merah Putih: One For All yang bikin netizen geleng-geleng kepala.
1. Biaya Produksi Tembus Rp 6,7 Miliar
Lewat unggahan Instagram @totosoegriwo, terungkap bahwa film ini menghabiskan biaya hingga Rp 6,7 miliar. Angka fantastis ini langsung jadi sorotan karena dianggap tidak sebanding dengan hasilnya.
2. Waktu Produksi Super Kilat
Film berdurasi panjang ini dikerjakan kurang dari satu bulan. Kejar tayang untuk momen 17 Agustus membuat prosesnya terkesan dipaksakan.
3. Prinsip “The Power of Kepepet”
Banyak yang menilai proyek ini adalah contoh nyata “the power of kepepet” di dunia animasi. Ngebutnya produksi mempengaruhi kualitas akhir, dari detail visual hingga penyampaian cerita.
4. Aset 3D Beli Jadi di Daz3D
Menurut kanal YouTube Yono Jambul, sebagian besar aset 3D film ini dibeli dari store Daz3D. Hal ini memicu kritik karena nuansa lokal jadi hilang, membuat film terasa generik.
5. Harga Aset Murah tapi Biaya Fantastis
Ironisnya, aset karakter dan set dibeli dengan harga hanya belasan dollar. Publik pun mempertanyakan kemana larinya miliaran rupiah biaya produksi tersebut.
6. Dibandingkan Anime Jepang Sebagai perbandingan,
anime populer seperti One Piece atau Demon Slayer menghabiskan sekitar Rp 1,8 miliar per episode dengan kualitas yang jauh di atas film ini.
7. Reaksi Netizen yang Tajam
Netizen menyoroti animasi kaku, desain karakter aneh, dan minimnya sentuhan budaya Indonesia. Meski begitu, rasa penasaran membuat sebagian orang tetap menonton. Fenomena Merah Putih: One For All menunjukkan bahwa dunia animasi membutuhkan keseimbangan antara dana, waktu, dan kreativitas. Proyek ini jadi contoh nyata bahwa produksi kilat belum tentu menghasilkan karya yang memuaskan