Rombel 50 Siswa: Kritik Atalia Dibalas Netizen, Nama Ridwan Kamil Diseret!
- instagram @ataliapr
Viva, Banyumas - Kontroversi kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terkait peningkatan jumlah siswa dalam satu rombongan belajar (rombel) dari 36 menjadi 50 terus bergulir. Salah satu suara kritis datang dari Atalia Praratya, anggota Komisi VIII DPR RI sekaligus istri mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Namun, kritik Atalia justru memicu gelombang reaksi keras dari warganet. Netizen membanjiri kolom komentar akun Instagram @ataliapr dengan komentar pedas, bahkan pada unggahan yang tidak berkaitan dengan isu pendidikan.
Saat berkunjung ke Sekolah Rakyat Cimahi, Atalia menyuarakan kekhawatiran bahwa kebijakan rombel 50 siswa akan menurunkan kualitas pendidikan. Menurutnya, guru akan kesulitan mengelola kelas dengan jumlah siswa sebanyak itu.
“Bayangkan ngurus anak 25 aja sudah repot, apalagi dua kali lipat,” ucap Atalia dalam pernyataannya. Namun, kritik ini langsung disambut dengan komentar balik dari netizen. Banyak yang menilai Atalia tidak adil dalam menilai kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi.
“Ibu mengkritisi gubernur sekarang, tapi kenapa gubernur kemarin tak dikritisi?” tulis akun @afifahtusz.
Komentar lain bahkan menyindir masa kepemimpinan Ridwan Kamil,
“Gubernur yang kemarin sibuk sama ikan jeda,” tulis akun @gynnalici.
Beberapa komentar juga menyeret isu pribadi dan masa lalu Ridwan Kamil, memperlihatkan bagaimana komentar Atalia justru memicu reaksi emosional yang lebih luas di masyarakat. Menanggapi kritik tersebut, Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan bahwa kebijakan rombel 50 siswa adalah langkah darurat untuk mencegah anak-anak Jawa Barat putus sekolah.
Menurutnya, dalam lima tahun terakhir, pembangunan SMA negeri hanya bertambah sekitar 50 unit—tidak sebanding dengan jumlah lulusan SMP yang meningkat setiap tahunnya.
“Daripada mereka tidak sekolah, lebih baik kami tampung dulu. Kalau harus pindah sekolah ke daerah lain yang jauh, justru bisa bikin mereka putus sekolah,” ujar Dedi.
Dedi menekankan bahwa ini adalah solusi pragmatis di tengah keterbatasan infrastruktur. Ia menyatakan bahwa pemerintah provinsi sedang mengupayakan solusi jangka panjang, termasuk pembangunan sekolah baru dan penambahan guru.
Kontroversi ini memperlihatkan bahwa isu pendidikan tetap menjadi perhatian publik Jawa Barat. Sementara sebagian warga menyoroti kualitas pembelajaran, banyak pula yang mendukung langkah Dedi sebagai solusi realistis di tengah keterbatasan.
Di tengah polemik dan saling kritik ini, satu hal yang jelas: sistem pendidikan harus terus berbenah, dan kebijakan publik harus dijalankan dengan pertimbangan menyeluruh—termasuk persepsi, kondisi lapangan, dan kebutuhan masyarakat luas