Pekerja Purbalingga Galau: Hak Tak Dibayar, Dinnaker Masih Bungkam
- pexel @Ono Kosuki
Viva, Banyumas - Sejumlah pekerja di Karangsentul, Purbalingga, tengah galau akibat hak tak dibayar oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Mereka mengungkapkan kekecewaannya karena upah yang menjadi hak mendasar tidak kunjung diterima.
Meski sudah melapor melalui kanal aduan resmi milik pemerintah daerah, Dinnaker Purbalingga masih bungkam dan belum memberi kejelasan. Kondisi ini membuat pekerja semakin tidak tenang, terutama karena kebutuhan hidup terus berjalan. Di tengah situasi ekonomi yang sulit, ketidakpastian yang dialami oleh buruh di Purbalingga menambah beban psikologis.
Mereka galau, bukan hanya karena hak tak dibayar, tapi juga karena Dinnaker selaku pihak yang berwenang masih bungkam tanpa solusi konkret. Ketiadaan tanggapan dari Dinnaker Purbalingga atas laporan para pekerja yang galau ini menjadi catatan serius. Kasus hak tak dibayar tak seharusnya dibiarkan berlarut-larut karena menyangkut keberlangsungan hidup pekerja dan keluarganya.
Selama Dinnaker masih bungkam, keresahan para buruh di Purbalingga akan terus membesar tanpa kejelasan.
Dalam laporan aduan di Pemkab Purbalingga yang diterima pada Senin, 16 Juni 2025, salah satu pekerja mengaku telah bekerja keras demi menghidupi keluarganya, namun hingga lewat tanggal yang dijanjikan, gaji belum juga diterima.
Ia menyebut bahwa sebelumnya pihak perusahaan sempat menjanjikan pembayaran akan dilakukan pada 15 Juni. Namun, janji tersebut hanya tinggal janji. “Sudah tanggal 15, tapi gaji tak datang juga. Kami sudah dua kali dijanjikan, tapi nihil,” tulisnya penuh kekecewaan.
Karyawan tersebut juga menyebut bahwa bukan hanya dirinya yang mengalami hal ini. Beberapa rekan kerjanya bahkan memilih resign karena merasa hak-haknya diabaikan.
Tak hanya soal gaji, aduan ini juga mengungkap kondisi internal perusahaan yang diduga memaksakan aturan kerja sepihak dan kurang transparan terhadap karyawan.
Para pekerja merasa bingung dan terjebak karena belum mengetahui jalur hukum atau prosedur pengaduan yang benar terhadap pelanggaran ini. “Mohon arahannya, Pak. Kami juga bingung harus melapor ke mana. Kami butuh gaji untuk hidup,” ungkapnya yang dilansir dari laman aduan Pemkab Purbalingga pada 18 Juni 2025.
Sayangnya, hingga tanggal 18 Juni 2025 belum ada tanggapan resmi dari Dinnaker Purbalingga dan status aduan masih dalam proses.
Kasus ini menunjukkan pentingnya pengawasan ketenagakerjaan yang responsif serta perlunya edukasi kepada pekerja mengenai hak-hak normatif dan mekanisme pelaporan.
Pekerja di Purbalingga berharap adanya tindakan konkret, mulai dari mediasi hingga penegakan hukum terhadap perusahaan yang terbukti melanggar ketentuan upah. Jangan sampai ketidakjelasan ini menjadikan ketidakadilan sebagai hal biasa di dunia kerja