Ferdinand Hutapea Sentil Menkeu Purbaya Yudhi Sebut Pertamina Malas Bangun Kilang: Bicara Jangan Asal Tidak Sesederhana
- instagram @ferdinan_hutahean
Pernyataan Menkeu Purbaya yang menyebut Pertamina malas bangun kilang ditanggapi Ferdinand Hutahaean. Ia menilai kritik itu nir informasi dan abai pada faktor geopolitik
Viva, Banyumas - Pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Purbaya Yudhi Sadewa, yang menyebut PT Pertamina (Persero) malas-malasan membangun kilang minyak baru mendapat respons keras dari politisi PDI Perjuangan, Ferdinand Hutahaean.
Menurut Ferdinand, pernyataan tersebut kurang dilandasi informasi mendalam dan justru berpotensi menyesatkan publik. Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Selasa (30/9/2025), Purbaya menyampaikan kritik tajam terhadap Pertamina.
Ia menilai perusahaan energi pelat merah itu tidak menunjukkan keseriusan membangun kilang baru meski janji pembangunan tujuh kilang pernah dilontarkan sejak 2018.
Padahal, menurutnya, pembangunan kilang sangat penting untuk mengurangi ketergantungan impor BBM yang terus membebani anggaran negara.
“Sejak kecil sampai sekarang, Indonesia tidak pernah bangun kilang baru. Pertamina malas-malasan saja,” kata Purbaya saat rapat di DPR pada 30 September 2025.
Namun, Ferdinand Hutahaean menilai ucapan tersebut tidak mencerminkan realita. Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya pada Kamis (2/10/2025), Ferdinand menyebut bahwa pembangunan kilang minyak tidak hanya berbicara soal uang dan investasi, tetapi juga melibatkan geopolitik internasional.
Ia mencontohkan proyek kilang Tuban, Jawa Timur, yang sempat direncanakan bersama perusahaan migas Rusia, Rosneft. Proyek itu terhambat karena adanya embargo Amerika Serikat terhadap Rusia akibat perang Ukraina.
Menurut Ferdinand, situasi geopolitik tersebut membuat pembangunan kilang sulit diwujudkan meski Pertamina telah menggelontorkan dana besar untuk pembebasan lahan.
“Pak Purbaya nir informasi. Bicara pembangunan kilang tidak sesederhana hitung-hitungan modal. Ada faktor geopolitik global yang tak bisa diabaikan,” ujar Ferdinand. Lebih lanjut, Ferdinand menegaskan bahwa tuduhan “malas” kepada Pertamina tidak tepat.
Ia menilai Pertamina telah berupaya mencari solusi, namun terbentur pada dinamika politik internasional yang di luar kendali perusahaan maupun pemerintah Indonesia.
“Pertamina sudah mengeluarkan triliunan rupiah untuk membebaskan tanah di Tuban. Tapi akibat embargo Amerika terhadap Rusia, pembangunan itu berhenti. Indonesia bisa apa? Jadi jangan asal bicara,” tegas Ferdinand.
Ia pun meminta Purbaya agar lebih berhati-hati dalam menyampaikan kritik, terutama terkait isu strategis seperti energi nasional. Menurutnya, pejabat negara sebaiknya tidak menyepelekan persoalan bangsa karena bisa menimbulkan persepsi keliru di tengah masyarakat.
“Biasanya orang yang gampang menggampangkan masalah akan terjerembab di tengah jalan. Jatuhnya akan menyakitkan,” tutup Ferdinand.
Polemik ini menunjukkan betapa kompleksnya persoalan pembangunan kilang minyak di Indonesia. Selain soal investasi, faktor geopolitik internasional dan strategi energi nasional turut memengaruhi arah kebijakan