Polisi Bongkar Identitas Hacker ‘Bjorka’ Gadungan, Pemuda Minahasa Raup Cuan dari Data Nasabah
- instagram @poldametrojaya
Polisi tangkap WFT, pemuda Minahasa 22 tahun yang mengaku hacker ‘Bjorka’. Ia diduga jual 4,9 juta data nasabah bank di dark web dengan crypto
Viva, Banyumas - Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya berhasil membongkar identitas seorang pemuda asal Kakas Barat, Minahasa, Sulawesi Utara, berinisial WFT (22) yang diduga kuat terlibat dalam kasus kebocoran data nasabah bank berskala besar.
Dalam konferensi pers, Kamis (2/10/2025), polisi menyebut WFT mengklaim dirinya sebagai sosok di balik nama samaran hacker kontroversial ‘Bjorka’.
Menurut penjelasan AKBP Fian Yunus, penyidik mendapati bahwa WFT telah aktif di forum gelap sejak 2020.
Ia kerap menggunakan beragam identitas daring untuk mengelabui aparat penegak hukum.
Nama-nama samaran seperti SkyWave, Shint Hunter, hingga Opposite6890 pernah digunakannya sebelum akhirnya mengaku sebagai ‘Bjorka’.
Strategi ini dilakukan agar jejak digitalnya sulit dilacak. WFT ditangkap pada Selasa (23/9) di Desa Totolan, Kakas Barat, setelah pihak bank melaporkan adanya akses ilegal ke dalam sistem.
Dari hasil pemeriksaan, pemuda tersebut mengoperasikan akun X dengan nama @bjorkanesiaa, yang sempat mengklaim menguasai 4,9 juta data nasabah bank.
Lebih lanjut, polisi mengungkap bahwa WFT bukan hanya mengakses data, tetapi juga memperjualbelikannya di forum gelap menggunakan mata uang kripto.
Nilai transaksi disebut bervariasi, mulai dari jutaan hingga puluhan juta rupiah, tergantung pada data yang ditawarkan.
“Dari pengakuannya, sekali menjual data bisa bernilai puluhan juta rupiah, dibayar melalui cryptocurrency,” jelas AKBP Fian.
Selain data perbankan, WFT juga diduga menyimpan dan memperjualbelikan data dari institusi kesehatan, perusahaan swasta, hingga lembaga luar negeri.
Meski demikian, polisi masih mendalami berapa total keuntungan yang telah diperoleh pelaku dari aktivitas ilegal ini. Kini, WFT resmi dijerat dengan pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara.
Polisi juga masih melakukan penelusuran lebih lanjut terkait kemungkinan keterlibatan jaringan lain dalam aktivitas peretasan ini.
Kasus ini menjadi peringatan penting tentang rentannya keamanan data pribadi di era digital.
Masyarakat diimbau lebih waspada dalam memberikan data pribadi, sementara lembaga keuangan dan institusi publik diminta memperkuat sistem keamanan siber mereka untuk mencegah kebocoran data serupa.
Dengan tertangkapnya WFT, publik diingatkan kembali bahwa aktivitas ilegal di ruang maya cepat atau lambat akan terendus aparat penegak hukum