BBM Pertamina Mengandung 3,5 Persen Etanol, Shell, Vivo dan BP AKR Ogah Beli Meski Sesuai Regulasi
- instagram @pertamina
Shell, BP-AKR, dan VIVO batal beli BBM Pertamina karena kandungan etanol 3,5%. Meski masih sesuai regulasi, faktor teknis internal perusahaan memengaruhi keputusan pembelian
Viva, Banyumas - Pasokan BBM Pertamina menjadi sorotan publik dan Komisi XII DPR RI setelah beberapa badan usaha (BU) swasta, termasuk Shell, BP-AKR, dan VIVO, membatalkan pembelian base fuel dari Pertamina hingga Rabu (1/10/2025). Kejadian ini menimbulkan pertanyaan terkait penyebab pembatalan meski BBM tersebut memenuhi regulasi pemerintah.
Menurut Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, awalnya BP-AKR dan VIVO sepakat membeli BBM murni dari Pertamina. Namun, setelah beberapa waktu, kedua perusahaan membatalkan rencana pembelian. Penyebab utama adalah kandungan etanol sebesar 3,5% dalam base fuel Pertamina yang dianggap tidak sesuai dengan kriteria teknis internal mereka.
Padahal menurut peraturan pemerintah, kandungan etanol dalam BBM diperbolehkan hingga 20%, jauh di atas angka 3,5% yang terdapat dalam produk Pertamina. Achmad menegaskan, meskipun kandungan etanol masih aman dan sesuai regulasi, pihak swasta tetap menolak membeli BBM tersebut.
“Isu yang disampaikan ke rekan-rekan SPBU swasta adalah terkait konten etanol. Secara regulasi, batasnya sampai 20%, sedangkan base fuel Pertamina mengandung 3,5%,” jelas Achmad saat rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR RI pada 1 Oktober 2025.
Selain BP-AKR dan VIVO, negosiasi dengan Shell juga tidak berjalan lancar. Menurut Achmad, proses birokrasi internal di Shell menjadi salah satu alasan negosiasi tak berlanjut. Hal ini menunjukkan bahwa selain regulasi, faktor internal perusahaan swasta juga berperan penting dalam keputusan pembelian BBM.
Perwakilan VIVO Indonesia mengakui bahwa pihaknya batal membeli base fuel Pertamina karena beberapa hal teknis yang tidak dapat dipenuhi.
Meski begitu, VIVO membuka kemungkinan untuk berkoordinasi dengan Pertamina di masa mendatang jika permintaan teknis mereka bisa terpenuhi.
Situasi ini mendorong Pertamina untuk melakukan komunikasi lebih intensif dengan badan usaha swasta agar pasokan BBM tetap stabil dan tidak mengganggu distribusi energi nasional.
Selain itu, kasus ini menjadi pelajaran bagi pelaku industri untuk menyesuaikan standar teknis internal dengan regulasi pemerintah yang berlaku