Blak blakan di DPR! Menkeu Purbaya Yudhi Sebut Pertamina Malas Bangun Kilang Baru Janji Sejak 2019 Ternyata Nol Besar
- instagram @menkeuri
Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa sindir Pertamina malas bangun kilang baru sejak 2019. Janji pembangunan 7 kilang tak kunjung terealisasi, impor BBM makin tinggi
Viva, Banyumas - Suasana rapat kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa pada Selasa (30/9/2025) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, mendadak tegang. Purbaya secara blak-blakan menyoroti Pertamina yang dinilainya gagal memenuhi janji membangun kilang minyak baru sejak 2019.
Dalam keterangannya, Purbaya menilai Pertamina terkesan “malas-malasan” dalam memperbaiki fasilitas produksi maupun menambah kapasitas kilang baru.
Padahal, pembangunan kilang sangat penting untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor BBM yang membebani keuangan negara.
“Jadi kilang itu bukan tidak bisa bikin, cuma Pertamina malas-malasan aja. Saya pernah kasih tawaran. Kalau tidak bisa bikin ya sudah, cari investor dari China. Mereka siap bangun dengan skema 30 tahun. Tapi Pertamina keberatan dengan alasan overcapacity karena katanya sudah mau bikin 7 kilang baru, tapi sampai sekarang tidak jadi,” jelas Purbaya di hadapan anggota dewan pada 30 September 2025 dilansir dari Laman Youtube DPR RI.
Sindiran keras ini menyingkap fakta bahwa proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) dan Grass Root Refinery (GRR) yang dijanjikan sejak lama belum ada kejelasan.
Sejak 2019, publik menanti pembangunan kilang di beberapa wilayah, namun progresnya masih jauh dari harapan.
Menurut Purbaya, stagnasi pembangunan kilang berdampak langsung pada defisit neraca perdagangan migas. Indonesia masih harus mengimpor BBM dalam jumlah besar karena kapasitas kilang domestik tidak mencukupi kebutuhan konsumsi yang terus meningkat.
Pengamat energi menilai pernyataan Purbaya menunjukkan urgensi pemerintah dalam menuntut akuntabilitas Pertamina. Tanpa percepatan pembangunan kilang, Indonesia akan terus terjebak dalam lingkaran impor energi.
Sementara itu, DPR RI meminta agar Pertamina lebih terbuka soal kendala yang dihadapi dalam proyek kilang. Beberapa anggota dewan bahkan mendesak pemerintah segera mengambil langkah tegas agar proyek tidak sekadar wacana.
Meski begitu, sebagian pihak di internal Pertamina sebelumnya beralasan bahwa proses pembangunan kilang sangat kompleks, membutuhkan investasi jumbo, dan melibatkan kerja sama internasional yang rumit. Namun, alasan ini dinilai tidak bisa menjadi pembenaran jika keterlambatan terjadi bertahun-tahun.
Publik kini menanti tindak lanjut dari sindiran Menkeu Purbaya. Apakah pemerintah akan mendesak Pertamina bekerja lebih serius, atau kembali mencari opsi kerja sama dengan investor asing untuk mewujudkan target kilang baru?
Yang jelas, kebutuhan pembangunan kilang sudah mendesak. Tanpa langkah konkret, Indonesia akan terus bergantung pada impor BBM yang merugikan perekonomian dalam jangka panjang