Tak Naikkan Cukai Rokok 2026, Menkeu Purbaya Dibanjiri Kritik Lewat Karangan Bunga
- instagram @menkeuri
Kebijakan tak naikkan cukai rokok 2026 menuai kritik unik berupa karangan bunga di Kemenkeu. Menkeu Purbaya merespons santai, sebut pro-kontra hal wajar
Viva, Banyumas - Kebijakan pemerintah untuk tidak menaikkan cukai rokok pada tahun 2026 menuai kontroversi. Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mendapat sorotan tajam dari publik, bahkan bentuk kritiknya disampaikan dengan cara unik—melalui karangan bunga.
Sejumlah karangan bunga berjejer di depan kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Alih-alih ucapan selamat, karangan bunga itu berisi kalimat sarkastik yang menyindir keputusan pemerintah membatalkan rencana kenaikan cukai rokok.
Tulisan-tulisan bernada kritik tersebut langsung menarik perhatian publik.
Aksi ini dianggap sebagai bentuk kekecewaan sebagian pihak yang menilai pemerintah tidak konsisten dalam menjaga kesehatan masyarakat, terutama terkait pengendalian konsumsi rokok.
Menanggapi hal itu, Menkeu Purbaya memilih merespons dengan tenang. Ia menegaskan bahwa setiap kebijakan publik pasti menimbulkan pro dan kontra.
Bagi Purbaya, kritik lewat karangan bunga bukanlah sesuatu yang perlu dipersoalkan.
“Biarin, bunganya wangi kok bagus, nggak apa-apa. Jadi begini, setiap kebijakan kan ada pro dan kontra. Ada yang suka, ada yang nggak suka,” ujar Purbaya di hadapan awak media di Jakarta pada 30 September 2025.
Menurutnya, keputusan untuk tidak menaikkan cukai rokok diambil dengan mempertimbangkan banyak faktor, termasuk kondisi ekonomi nasional, daya beli masyarakat, serta stabilitas industri.
Pemerintah, lanjutnya, berupaya mencari titik keseimbangan agar kebijakan tetap memberi manfaat luas.
“Pemerintah fokus pada langkah yang paling bermanfaat bagi ekonomi sekaligus masyarakat. Kami memperhitungkan semua aspek sebelum mengambil keputusan,” tambah Purbaya.
Meski begitu, sejumlah kalangan tetap menganggap kebijakan ini kontradiktif dengan upaya menekan angka perokok di Indonesia. Mereka berpendapat, tanpa kenaikan cukai, konsumsi rokok dikhawatirkan akan tetap tinggi, sementara beban kesehatan masyarakat juga semakin berat.
Pakar ekonomi menilai fenomena “karangan bunga kritik” ini menjadi simbol baru dalam menyampaikan aspirasi publik. Cara tersebut dinilai kreatif namun tetap menyentil kebijakan pemerintah.
Kasus ini menunjukkan bahwa isu rokok di Indonesia bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga menyangkut aspek sosial dan kesehatan.
Dengan pro-kontra yang terus muncul, publik menanti langkah lanjutan pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara penerimaan negara, perlindungan industri, dan kesehatan masyarakat