Jepang Krisis Benih Sidat, Cilacap Jadi Harapan Baru? Ini Rencana Fantastis Rp13 Triliun dari Negeri Jiran
- pexel @ Yaşar Başkurt
Viva, Banyumas - Krisis kelangkaan benih sidat yang kini melanda Jepang membuka peluang besar bagi Indonesia, khususnya Cilacap, yang memiliki potensi luar biasa di sektor ini. Dengan cadangan benih yang mencapai 30 ton, Cilacap mulai dilirik sebagai alternatif baru untuk memenuhi kebutuhan global akan sidat.
Kondisi ini menjadi sinyal bahwa pusat industri sidat dunia perlahan mulai berpindah dari Jepang. Melihat situasi krisis tersebut, sebuah perusahaan dari negeri jiran yaitu Malaysia, menyiapkan rencana fantastis dengan menyatakan minat investasi senilai Rp13 triliun di Cilacap.
Investasi ini bertujuan membangun fasilitas pembesaran dan pengolahan benih sidat agar siap ekspor. Langkah ini juga menandai keseriusan Malaysia dalam memperkuat kerjasama ekonomi kelautan dengan Indonesia.
Jika rencana fantastis ini benar-benar terwujud, maka Cilacap akan memainkan peran penting di tengah krisis benih sidat global yang diawali dari kelangkaan di Jepang.
Kehadiran investasi sebesar 13 triliun dari negeri jiran tak hanya akan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai suplai internasional, tapi juga membuka peluang besar bagi daerah pesisir ini untuk menjadi pusat pertumbuhan baru industri perikanan berorientasi ekspor.
Dilansir dari informasi yang diunggah akun Instagram @cilacap_kekinian, Informasi ini disampaikan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa Tengah, Endi Faiz Effendi, yang menyebut bahwa Jepang — yang selama ini menjadi produsen utama sidat dunia — kini kehabisan stok benih. Negara-negara lain mulai mencari sumber alternatif, dan Indonesia muncul sebagai jawaban.
Menariknya, Cilacap menjadi pusat perhatian karena sumber benih alamnya masih tersedia dan berkualitas.
Dalam kondisi ini, salah satu perusahaan dari Malaysia, yakni Oshan, dikabarkan tertarik membangun sentra pembesaran sidat skala besar di Cilacap. Tidak tanggung-tanggung, mereka disebut siap menggelontorkan investasi senilai Rp13 triliun untuk membangun fasilitas pengembangan sidat, dari pembenihan hingga ekspor.
Jika rencana ini berjalan, maka Cilacap berpotensi menjadi ‘Kota Unagi’ baru di Asia. Namun, tantangan tetap ada.
Selama ini, Indonesia — termasuk Cilacap — belum memiliki teknologi optimal untuk membesarkan benih sidat hingga ukuran konsumsi. Oshan diklaim membawa teknologi tersebut.
Jika teknologi ini bisa ditransfer secara efektif, maka akan menjadi lompatan besar bagi Indonesia dalam menggarap pasar ekspor sidat yang sangat menjanjikan, terutama ke Jepang dan negara-negara Asia Timur lainnya.
Dengan nilai ekonomi yang sangat tinggi — bahkan disebut sebagai “emas basah” — sidat menjadi komoditas yang tak boleh disia-siakan.
Jika peluang ini dikelola dengan baik, Indonesia bukan hanya penyuplai bahan mentah, tetapi juga pemain utama dalam industri pangan premium dunia. Cilacap mungkin akan segera dikenal dunia, bukan hanya karena pantainya, tapi juga karena sidatnya
Viva, Banyumas - Krisis kelangkaan benih sidat yang kini melanda Jepang membuka peluang besar bagi Indonesia, khususnya Cilacap, yang memiliki potensi luar biasa di sektor ini. Dengan cadangan benih yang mencapai 30 ton, Cilacap mulai dilirik sebagai alternatif baru untuk memenuhi kebutuhan global akan sidat.
Kondisi ini menjadi sinyal bahwa pusat industri sidat dunia perlahan mulai berpindah dari Jepang. Melihat situasi krisis tersebut, sebuah perusahaan dari negeri jiran yaitu Malaysia, menyiapkan rencana fantastis dengan menyatakan minat investasi senilai Rp13 triliun di Cilacap.
Investasi ini bertujuan membangun fasilitas pembesaran dan pengolahan benih sidat agar siap ekspor. Langkah ini juga menandai keseriusan Malaysia dalam memperkuat kerjasama ekonomi kelautan dengan Indonesia.
Jika rencana fantastis ini benar-benar terwujud, maka Cilacap akan memainkan peran penting di tengah krisis benih sidat global yang diawali dari kelangkaan di Jepang.
Kehadiran investasi sebesar 13 triliun dari negeri jiran tak hanya akan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai suplai internasional, tapi juga membuka peluang besar bagi daerah pesisir ini untuk menjadi pusat pertumbuhan baru industri perikanan berorientasi ekspor.
Dilansir dari informasi yang diunggah akun Instagram @cilacap_kekinian, Informasi ini disampaikan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa Tengah, Endi Faiz Effendi, yang menyebut bahwa Jepang — yang selama ini menjadi produsen utama sidat dunia — kini kehabisan stok benih. Negara-negara lain mulai mencari sumber alternatif, dan Indonesia muncul sebagai jawaban.
Menariknya, Cilacap menjadi pusat perhatian karena sumber benih alamnya masih tersedia dan berkualitas.
Dalam kondisi ini, salah satu perusahaan dari Malaysia, yakni Oshan, dikabarkan tertarik membangun sentra pembesaran sidat skala besar di Cilacap. Tidak tanggung-tanggung, mereka disebut siap menggelontorkan investasi senilai Rp13 triliun untuk membangun fasilitas pengembangan sidat, dari pembenihan hingga ekspor.
Jika rencana ini berjalan, maka Cilacap berpotensi menjadi ‘Kota Unagi’ baru di Asia. Namun, tantangan tetap ada.
Selama ini, Indonesia — termasuk Cilacap — belum memiliki teknologi optimal untuk membesarkan benih sidat hingga ukuran konsumsi. Oshan diklaim membawa teknologi tersebut.
Jika teknologi ini bisa ditransfer secara efektif, maka akan menjadi lompatan besar bagi Indonesia dalam menggarap pasar ekspor sidat yang sangat menjanjikan, terutama ke Jepang dan negara-negara Asia Timur lainnya.
Dengan nilai ekonomi yang sangat tinggi — bahkan disebut sebagai “emas basah” — sidat menjadi komoditas yang tak boleh disia-siakan.
Jika peluang ini dikelola dengan baik, Indonesia bukan hanya penyuplai bahan mentah, tetapi juga pemain utama dalam industri pangan premium dunia. Cilacap mungkin akan segera dikenal dunia, bukan hanya karena pantainya, tapi juga karena sidatnya