Banyumas Raih Dana Hibah Rp2,4 Miliar dari PBB, Pertama di Indonesia Gotong Royong Ala Desa Banyumas Bikin Dunia Kagum
- instagram @sadewo.id
Banyumas raih hibah Rp2,4 miliar dari UNCDF berkat inovasi pengelolaan sampah berbasis desa. Gotong royong ala Banyumas kini jadi inspirasi dunia
Viva, Banyumas - Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, kembali mencatat sejarah penting dalam pengelolaan lingkungan hidup. Melalui kerja keras dan inovasi berbasis komunitas, Banyumas berhasil meraih hibah internasional dari United Nations Capital Development Fund (UNCDF) lewat program Seed Grant – Smart Green ASEAN Cities (SGAC).
Tak tanggung-tanggung, dana hibah yang dikucurkan mencapai USD 150.000 atau sekitar Rp2,4 miliar. Prestasi ini menjadikan Banyumas sebagai daerah pertama di Indonesia yang menerima penghargaan bergengsi tersebut.
Bupati Banyumas, Sadewo Tri Lastiono, menegaskan bahwa capaian ini merupakan hasil kolektif masyarakat.
“Ini bukan hadiah, melainkan pengakuan atas kerja keras bersama. Dana ini akan kami manfaatkan untuk mempercepat target Banyumas bebas sampah,” ujarnya dalam peluncuran program di Jakarta, Jumat (26/9/2025) yang dikutip dari akun Instagram @sadewo.id.
Sejak 2018, Banyumas menghadapi tantangan besar terkait pengelolaan sampah. Penutupan tempat pembuangan akhir (TPA) yang kerap terjadi mendorong pemerintah daerah untuk mencari solusi alternatif.
Alih-alih bergantung pada sistem konvensional, Banyumas memilih membangun ekosistem pengelolaan sampah berbasis desa dengan konsep gotong royong. Strategi ini diwujudkan melalui pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) di setiap desa.
KSM bertugas mengelola sampah dari hulu hingga hilir dengan pendekatan lokal. Hasilnya, biaya pengelolaan sampah dapat ditekan drastis.
“Kalau dulu APBD kita harus keluar Rp30–40 miliar per tahun, kini hanya Rp5–10 miliar. Lebih efisien dan berdampak nyata,” jelas Sadewo.
Hingga saat ini, sekitar 77 persen sampah di Banyumas sudah terkelola. Pemkab optimistis bisa mencapai target nasional zero waste pada 2029 lebih cepat dari jadwal.
Meski begitu, Sadewo menyebut masih ada pekerjaan rumah, termasuk kebutuhan tambahan 12 Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dengan biaya sekitar Rp6 miliar per unit.
Selain itu, Pemkab Banyumas juga mengembangkan inovasi pengolahan sampah menjadi produk bernilai ekonomi, seperti bijih plastik kualitas dua yang bisa digunakan untuk membuat pot bunga.
“Intinya, sampah tidak boleh berhenti. Harus terus bergerak dan memberi manfaat,” tegasnya. Pencapaian ini menjadikan Banyumas sorotan dunia.
Dengan konsep sederhana berbasis kearifan lokal, daerah ini membuktikan bahwa jurus gotong royong ala desa mampu menjadi solusi global dalam mengatasi persoalan sampah