Demi Hadapi Ancaman Pakistan-Tiongkok, India Tinggalkan Su-57 dan Fokus Perkuat Armada Jet Tempur Rafale
- United25 Media
VIVA, Banyumas – Jet tempur telah menjadi salah satu elemen paling krusial dalam kekuatan pertahanan udara modern.
Bagi negara besar seperti India, pemilihan jenis jet tempur bukan hanya soal teknologi, tetapi juga strategi jangka panjang yang mencakup politik, ekonomi, dan kesiapan militer.
Persaingan antar produsen pesawat jet tempur dunia pun kerap menjadi ajang adu inovasi dan diplomasi, dengan nilai kontrak yang mencapai miliaran dolar.
Dalam beberapa tahun terakhir, peta persaingan jet tempur global berubah secara signifikan. India, yang selama ini menjadi salah satu pasar terbesar untuk pesawat tempur canggih, kini tampaknya mengambil langkah yang cukup mengejutkan.
Alih-alih membuka tender kompetitif untuk pengadaan pesawat baru, New Delhi justru condong pada satu pilihan, yakni menambah armada jet Rafale buatan Prancis.
Dilansir dari United24 Media, program MRFA (Multi Role Fighter Aircraft) yang dirancang untuk menambah 114 jet tempur multiperan bagi Angkatan Udara India kemungkinan besar akan berakhir tanpa proses tender terbuka.
Keputusan ini didorong oleh kebutuhan operasional mendesak, terutama setelah pensiunnya jet MiG-21 terakhir.
Tanpa pengganti cepat, kekuatan skuadron tempur India akan berkurang dari 31 menjadi 29, jauh di bawah kebutuhan ideal 42,5 skuadron untuk menghadapi potensi ancaman dari Pakistan dan Tiongkok.
Tekanan semakin besar ketika Pakistan dikabarkan akan mengakuisisi 40 unit J-35A, pesawat tempur siluman generasi baru buatan China yang berbasis pada desain F-35.
Dengan fokus pada Rafale, India praktis menutup peluang bagi pesaing lain seperti Saab Gripen dari Swedia, Boeing F-15EX, Lockheed Martin F-21, Eurofighter Typhoon, hingga Su-57 Rusia.
Pilihan ini juga mencerminkan tren penurunan ketergantungan India pada alutsista Rusia.
Sebelumnya, India sudah menghentikan proyek-proyek bersama seperti helikopter Kamov, jet Sukhoi, dan pengembangan Su-57.
India bukan pemain baru dalam mengoperasikan Rafale. Sejak 2016, Negeri Bollywood ini memesan 36 unit Rafale senilai €7,8 miliar, kemudian menambah 26 unit varian angkatan laut Rafale-M pada April 2025 dengan nilai €6,6 miliar.
Infrastruktur, pelatihan, dan persenjataan yang kompatibel sudah terlanjur dibangun, bahkan produksi badan pesawat dilakukan secara lokal lewat kerja sama dengan Tata.
Keputusan India juga berdampak pada negara lain. Kapasitas produksi Rafale milik Dassault sangat terbatas, dengan harga per unit mencapai €225 juta dan waktu tunggu hingga sembilan tahun.
Kondisi ini membuat peluang Ukraina untuk mendapatkan Rafale hampir mustahil, meski kebutuhan mereka juga mendesak.
Sebaliknya, jika India memilih Gripen atau F-21, jalur produksi kedua pesawat ini bisa saja terbuka lebih luas untuk negara lain karena waktu tunggu yang lebih singkat.