Strategi Besar TNI AU: Rafale Gantikan BAE Hawk, Fokus Pantau Selat Melaka dan Natuna, Ini Penampakan Perdana nya
- instagram @militer.udara
Viva, Banyumas - TNI Angkatan Udara (TNI AU) tengah menjalankan strategi besar modernisasi armada tempurnya dengan mengoperasikan jet tempur generasi 4.5 Dassault Rafale. Pesawat canggih ini akan menggantikan armada pesawat ringan BAE Hawk 100/200 yang saat ini dioperasikan oleh Skuadron Udara 1 di Pontianak dan Skuadron Udara 12 di Pekanbaru.
Rafale varian F4 yang dipesan Indonesia menawarkan lonjakan kemampuan signifikan dibandingkan BAE Hawk. Dilengkapi radar AESA jarak jauh, sistem “sensor fusion” mutakhir, peperangan elektronik Spectra, serta kompatibilitas dengan rudal jarak jauh Meteor dan persenjataan presisi SCALP, Rafale mampu memukul target sebelum ancaman memasuki wilayah udara Indonesia.
Penempatan Strategis di Dua Pangkalan
Dilansir dari Viva, Menurut rencana TNI AU, Rafale akan ditempatkan di dua pangkalan utama: Lanud Roesmin Nurjadin di Pekanbaru, Riau, dan Lanud Supadio di Pontianak, Kalimantan Barat.
Penempatan di Pekanbaru difokuskan untuk memperkuat pemantauan udara di Selat Melaka—jalur perdagangan dan energi global yang vital.
Sementara itu, penempatan di Pontianak akan memperkuat pengawasan di kawasan Laut Natuna yang kaya sumber daya minyak dan gas, sekaligus menjadi garis depan terhadap potensi eskalasi di Laut China Selatan.
Kedua pangkalan tersebut telah menjalani peningkatan fasilitas, termasuk pembangunan hangar baru, gudang penyimpanan amunisi modern, dan infrastruktur pendukung operasi jet tempur canggih.
Modernisasi Armada Tempur Indonesia Keputusan mengganti BAE Hawk dengan Rafale merupakan bagian dari kontrak besar Indonesia dengan Prancis. Total 42 unit Rafale telah dipesan dalam tiga tahap, dan tambahan 24 unit lagi sedang dalam proses finalisasi, sehingga total pesanan akan mencapai 66 unit.
Ini menjadikan Indonesia salah satu operator Rafale terbesar di luar Eropa. Langkah ini menjadi respons atas meningkatnya ancaman keamanan di kawasan, termasuk operasi “grey zone”, pelanggaran wilayah udara, dan pembangunan militer di Laut China Selatan.
Dengan Rafale, TNI AU diharapkan mampu melakukan patroli udara jarak jauh, operasi superioritas udara, hingga misi serangan strategis.
Pengiriman pertama Rafale dijadwalkan pada awal 2026. Kehadirannya akan mengubah TNI AU dari armada bercampur yang rentan masalah logistik menjadi salah satu kekuatan udara paling modern di Asia Tenggara.
Modernisasi ini tidak hanya meningkatkan kemampuan pertahanan, tetapi juga memberi Indonesia posisi tawar lebih tinggi dalam diplomasi pertahanan dan keamanan di kawasan Indo-Pasifik