Terbongkar! Eks Sales PT Borwita Purwokerto Gelapkan Uang Perusahaan Rp 50 Juta, Ini Modusnya

Sidang vonis kasus penggelapan di PN Kota Purwokerto
Sumber :
  • pexel @TimaMiroshnichenko

Viva, Banyumas - Kasus penggelapan kembali mencuat ke permukaan dan kali ini melibatkan seorang mantan sales dari perusahaan distribusi besar, PT Borwita Citra Prima Cabang Purwokerto. Muhamad Dwi alias Dwi, yang dulunya dipercaya sebagai tenaga penjualan, divonis hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Negeri Kota Purwokerto, pada Rabu (9/7/2025), karena terbukti secara sah melakukan penggelapan uang perusahaan.

Proyek Rp 5 Miliar di Stadion Satria Purwokerto, Apakah Cuma untuk Single Seat dan Rumput

Dwi Eks Sales PT Borwita Purwokerto menjalankan aksinya secara sistematis. Dalam tugasnya sebagai sales, ia bertugas mengunjungi toko-toko untuk mencatat dan menginput pesanan barang melalui aplikasi SFA yang terhubung langsung ke bagian fakturis.

Awalnya, Dwi selalu menyetorkan hasil tagihan ke bagian admin perusahaan. Namun seiring waktu, ia mulai menyimpan uang hasil penjualan dan tidak menyetorkannya ke pihak PT Borwita.

5 Proyek DLH Banyumas Seharga Rp 2 Miliar Dikebut! Ini Wajah Baru Purwokerto yang Sedang Disiapkan

Dilansir dari informasi yang diunggah akun Instagram @infoseputarpurwokerto Pihak perusahaan mulai mencurigai kejanggalan setelah melakukan pemeriksaan silang (cross-check) terhadap nota tagihan yang dikirim ke toko-toko.

Hasilnya mengejutkan—banyak toko yang mengaku tidak pernah memesan barang sesuai dengan faktur yang tercatat. Setelah dipanggil dan dimintai keterangan, Dwi mengaku telah memalsukan order untuk toko yang tidak melakukan pemesanan. Barang-barang yang dipesan melalui order fiktif itu kemudian dijual ke toko lain, dan uang hasil penjualannya dipakai untuk keperluan pribadi.

Rencana Pemekaran Banyumas Bukan Main-main! Ini Potret Masa Depan Banyumas Barat sebagai Kabupaten Baru

Akibat dari perbuatannya, PT Borwita mengalami kerugian finansial sebesar Rp 50.344.141. Tindakan Dwi dianggap melanggar hukum, dan ia dijerat dengan Pasal 374 KUHPidana yang mengatur tentang penggelapan dalam jabatan.

Hakim memutuskan hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan, dikurangi masa tahanan yang telah dijalani terdakwa selama proses hukum berlangsung. Kasus ini menjadi peringatan penting bagi perusahaan untuk memperketat pengawasan internal, terutama terhadap tim lapangan seperti sales yang memegang kendali atas transaksi dan distribusi produk.

Selain itu, penggunaan teknologi harus disertai dengan audit dan verifikasi berkala agar penyalahgunaan wewenang seperti ini tidak terulang kembali.

Penggelapan dalam bentuk order fiktif menjadi modus yang cukup sering terjadi di dunia kerja. Oleh karena itu, transparansi dan sistem pengawasan yang kuat sangat dibutuhkan dalam operasional bisnis, terutama di sektor distribusi dan penjualan