Parlemen Inggris Desak Pengakuan Palestina dan Boikot Produk Permukiman Ilegal
- pexel @Regan Dsouza
Viva, Banyumas - Sebanyak 59 anggota parlemen dari Partai Buruh Inggris menyerukan agar pemerintah segera mengakui negara Palestina dan memberlakukan boikot terhadap produk yang dihasilkan di permukiman ilegal Israel. Desakan ini dilaporkan oleh The Guardian, Sabtu, 12 Juli 2025, sebagai respons atas krisis kemanusiaan yang terus memburuk di Jalur Gaza.
Seruan parlemen Inggris agar Inggris mengakui negara Palestina tersebut disampaikan melalui surat resmi kepada Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy. Surat itu merupakan inisiatif dari kelompok Labour Friends of Palestine and the Middle East, dan ditandatangani oleh anggota parlemen dari berbagai spektrum politik, baik sayap kiri maupun kubu moderat Partai Buruh.
Mereka menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap rencana Pemerintah Israel membangun “kota kemanusiaan” di Rafah, Gaza Selatan—yang menurut mereka merupakan bentuk pemindahan paksa warga Palestina.
“Ini adalah tindakan sistematis yang berpotensi menghapus eksistensi Palestina secara bertahap,” tulis mereka dalam surat tersebut yang dikutip dari The Guardian.
Para legislator menilai bahwa Inggris harus mengambil sikap tegas, termasuk menghentikan hubungan dagang dengan entitas bisnis yang beroperasi di permukiman ilegal Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat.
Langkah ini disebut penting untuk menegaskan posisi hukum internasional serta menjaga integritas Inggris dalam mendukung solusi dua negara.
Selain itu, mereka juga mendorong pemulihan pendanaan untuk Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) yang sebelumnya dipotong, serta mendesak pembebasan semua sandera yang masih ditahan.
“Dengan tidak mengakui Palestina sebagai negara, kita melemahkan kebijakan resmi kita sendiri soal solusi dua negara. Ini memperparah status quo dan membuka jalan bagi aneksasi wilayah Palestina,” ujar para anggota parlemen dalam surat tersebut.
Meskipun Partai Buruh saat ini memegang tampuk kekuasaan di Inggris, hingga kini belum ada perubahan resmi dalam kebijakan luar negeri Inggris terkait pengakuan Palestina.
Seruan dari para legislator ini dianggap sebagai tekanan politik serius terhadap pemerintahan Perdana Menteri Keir Starmer. Sementara itu, konflik di Gaza telah memasuki bulan ke-10.
Ribuan warga sipil menjadi korban, infrastruktur hancur, dan jutaan orang terpaksa mengungsi. Pengamat internasional menyebut situasi ini sebagai salah satu krisis kemanusiaan terburuk abad ini.
Dengan tekanan dari parlemen, mata dunia kini tertuju pada langkah konkret Inggris: akankah mereka mengakui Palestina dan memboikot produk permukiman ilegal? Atau tetap membiarkan status quo yang mengikis harapan perdamaian di Timur Tengah?