Bermodal HP, 3 Napi Lintas Lapas Sukses Tipu 30 Ton Kopi Senilai Rp 688 Juta

Ilustrasi Truk biji kopi dibajak dengan modus ekspedisi fiktif
Sumber :
  • pexel @Igor Haritanovich

Viva, Banyumas - Aksi kriminal lintas lapas menghebohkan dunia usaha kopi Indonesia. Tiga narapidana dari dua lembaga pemasyarakatan di Jawa Timur berhasil membajak 30,4 ton biji kopi hanya bermodal handphone dan akun Facebook palsu. Nilai kerugian ditaksir mencapai Rp 688 juta.

Weton Anti Dendam: Semakin Dihina, Justru Makin Kaya dan Sukses!

Ketiga napi yang berhasil tipu 30 ton dengan harga Rp 688 juta tersebut adalah Ilham Akbar Pratama dari Lapas Narkotika Kelas II-A Pamekasan, serta Ambar Setiawan dan Iqbal Supriyatna dari Lapas Kelas II Kabupaten Kediri.

Mereka berkomplot menjalankan penipuan dengan membuat akun Facebook palsu mengatasnamakan perusahaan jasa ekspedisi fiktif bernama Oase Transvelia. Dikutip dari tvonenewas, Akun tersebut kemudian ditemukan oleh Budianto Ciawi, pemilik PT Bumi Nusantara Sehat (BNS), yang sedang mencari jasa ekspedisi alternatif untuk mengirim 30,4 ton biji kopi ke PT Santos Jaya Abadi di Sidoarjo.

4 Weton Terkuat Menanggung Penderitaan Dunia, Calon Sukses di Masa Depan

Karena ekspedisi langganannya tutup, Budianto menghubungi nomor yang tercantum di akun Oase Transvelia. Setelah berkomunikasi dan bertransaksi, Budianto menyepakati tarif pengiriman Rp 2,3 juta dan membayar setengahnya ke rekening atas nama Iqbal.

Proses pengangkutan pun dimulai dari gudang BNS di Romokalisari, Benowo, Surabaya. Namun ternyata, para napi tak benar-benar mengirimkan biji kopi ke alamat tujuan.

Brida Bagus Polisi Jateng Disorot Diduga Tipu Banyak Wanita demi Lunasi Utang Pinjol

Mereka justru mengarahkan truk pembawa kopi ke Central Osowilangun Business Park (COBP), Surabaya, untuk memindahkan 8,1 ton kopi ke truk lain yang kemudian dijual di wilayah Pasuruan.

Uang hasil penjualan, sekitar Rp 50 juta, ditransfer ke rekening napi Kediri lewat perantara Sonia, istri Ilham yang kini buron. Aksi ini terungkap setelah korban melapor ke polisi karena pengiriman tidak sampai tujuan. Hasil penyelidikan mengarah ke jaringan napi yang beroperasi lintas lapas.

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya, Ilham mengakui perbuatannya dan meminta keringanan hukuman karena memiliki anak kecil. Sementara itu, polisi masih memburu pelaku lain yang terlibat dalam sindikat penipuan bermodus ekspedisi fiktif ini.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa kejahatan siber kini bisa dijalankan bahkan dari dalam penjara, dan penting bagi masyarakat untuk selalu mengecek legalitas mitra bisnis, terutama yang hanya berkomunikasi via media sosial.

Kejadian ini juga memicu sorotan terhadap sistem keamanan dan pengawasan di lembaga pemasyarakatan, yang dianggap masih lemah terhadap penyelundupan alat komunikasi dan aktivitas ilegal napi